Retorika Perang Amerika Dan Laba Yang Hendak Diperoleh Iran

Retorika Perang Amerika Dan Keuntungan Yang Akan Diperoleh Iran Retorika Perang Amerika Dan Keuntungan Yang Akan Diperoleh Iran

Perang Amerika Serikat dan sekutunya terhadap sejumlah negara Islam selama ini sejatinya memberi laba besar terhadap Iran.

Jadi, bagaimana kita mengerti retorika perang Amerika terhadap Iran yang kembali dilancarkan akhir-akhir ini?

Fakta sejarah menunjukkan, setelah pemerintahan Saddam Husein di Irak dihancurkan, segera Iran menjadi negara yang terbesar lengan berkuasa dan menyeleksi di Irak.

Padahal, efek Iran di Irak tidaklah sekuat sebelum invasi Amerika dan sekutu ke Irak. Bahkan dua negara ini dulunya yakni rival sengit.

Fakta berikutnya, setelah Suriah porak-poranda akhir perang kerabat dan intervensi Barat, maka sekarang Iran yakni negara yg terbesar lengan berkuasa di Suriah. Padahal, menyerupai halnya Irak, Suriah yakni tanah Arab.

Sebelumnya, Iran juga berhasil menanamkan efek kuatnya di Afghanistan setelah negara ini diinvasi Amerika Serikat dan sekutu. Dalam perang Suriah, Iran berhasil memobilisasi lumayan banyak warga Afghanistan menjadi milisi bekingan Iran di Suriah dalam melawan opisisi.

Yang terakhir yakni Yaman. Lewat milisi Houthi yang dibeking Iran, negara ini nyaris sepenuhnya berhasil mengambil Yaman. Hauthi mengkudeta pemerintah sah di Yaman dengan senjata.

Tapi celakanya, Arab Saudi dan Emirat Arab juga ikut merusak Yaman dengan argumentasi menghambat efek Iran di Yaman yang ialah tetangga erat Arab Saudi. Perang memang menyisihkan kenestapaan dan kehancuran.

Jadi, bagaimana kita mengerti retorika perang Amerika Serikat terhadap Iran yang kembali memanas baru-baru ini?

Pertama, ini yakni proyek Dajjal yang ingin menjerumuskan kawasan Timur Tengah dlm kehancuran total. Jika benar perang akan dilancarkan, maka Arab Saudi tidak akan diuntungkan, bahkan akan ikut menanggung kerugian besar. Begitu juga seluruh kawasan Timteng. Tidak ada perang yang menguntungkan. Belum telat bagi negara-negara Arab untuk menyadari ancaman perang ini bagi seluruh kawasan.

Kedua, kalau perang tidak terjadi, maka efek Iran akan jauh lebih kuat. Saudi selaku musuh turun-temurun Iran (dan juga sebaliknya) niscaya akan merasa terus tidak kondusif dan galau. Hal ini alasannya efek Iran akan kian tak terbendung di depan mata Arab Saudi.

Para pejabat Iran sendiri percaya bahwa Amerika Serikat tidak akan berani menyerang negara mereka. Sebabnya yakni krn Israel selaku anak emasnya Amerika berada dalam jangkauan rudal Iran. Plus, kabarnya banyak warga Yahudi di Isfahan.

Bagaimana tanah Arab dapat berada dalam suasana yang menyibukkan semacam ini?

Semua alasannya mereka gagal utk bersatu. Bukan saja gagal bersatu dlm internal negara-negara Timur Tengah, tetapi juga jauhnya persatuan antara negara Sunni sendiri.

Negara-negara Arab justru lebih memusuhi gerakan-gerakan yg menyeru terhadap kebangkitan Islam daripada menyaksikan Israel selaku lawan. Malahan di balik layar para pemimpin Arab ikut mesra dengan negara Zionis. Lihat saja bagaimana Arab Saudi memusuhi Hamas yg membela Palestina dari kelejaman Israel.

Dalam keadaan ini, Iran berhasil melancarkan kampanye "anti Israel" dengan merekrut banyak cowok Arab di banyak sekali negara Arab menjadi milisi mereka. Meskipun, sejak kampanye anti Israel dilancarkan, belum pernah sekalipun Iran konfrontasi dg Israel, baik eksklusif maupun tidak langsung.

Yang terlibat konfrontasi dengan Israel justru gerakan-gerakan Islam menyerupai Hamas dan ikhwanul muslimin yg ke seluruhnya tidak ada relevansinya dengan Iran dan pada di saat yang serupa gerakan-gerakan ini juga ikut dibenci oleh sejumlah negara-negara Arab itu.

Jadi, biar negara-negara Arab cepat sadar untuk menyaksikan siapa mitra dan siapa lawan.

Penulis: Teuku Zulkhairi