Berdirinya Kadipaten Panaraga Sampai Bupati Pertama Ponorogo Lanjutan


Sebelum membaca postingan ini dibutuhkan untuk membaca postingan sebelumnya disini.karena ini kelanjutan dari halaman Berdirinya Kadipaten Panaraga sampai Bupati pertama Ponorogo.

Sikap R. Batoro Katong terhadap seni Reyog tetap pro aktif yang berarti tidak memusuhi namun justru lebih menyempurnakan.Reyog yang semula hanya kepala harimau saja kini ditambahi dengan burung merak serta paruh burung itu mematuk kalung mutiara.Kalung mutiara ini menggambarkan tasbih alat berzikir umat Islam.


Perhatian R. Katong terhadap rakyat Ponorogo juga terbukti dengan seringnya ke daerah-daerah.Selama mengadakan kunkungan ke kawasan ia bertiga memakai nama samaran R. Katong menyamar dengan nama  Ki Among Raga. Ki Ageng Mirah menyamar dengan nama Ki Ageng Nyawa dan Patih Seloaji menyamar dengan nama Ki Among Jiwa.

Ketika berkunjung di kawasan ngebel ia menemukan sumber air yang sanggup dipakai untuk memasak dan mandi.Sumber air tersebut diberi nama Kucur Bathoro.sedangkan Ki Ageng Mirah menemukan sumber air yang sanggup untuk mengobati penyakit pegel linu.Sumber air tersebut diberi nama sumber dukun.

Setelah wafat R. Batoro katong dimakamkan di bersahabat sendang.tempat biasanya ia mengambil air wudhu, sesuai dengan wasiatnya.Sendang itu namanya sendang sentul.Sedangkan Ki Ageng Mirah serta patih R. Seloaji pun sehabis wafat dimakamkan di komplek pemakaman yang sama.
Istri Bathoro Katong Sendiri Ada lima orang :

  1. Garwo Patmi dari Kaliwungu, makamnya di setono
  2. Isteri kedua bagelen, makamnya di setono
  3. Isteri Ketiga dari pamekasan, makamnya di setono
  4. Isteri Ke empat dari Surukubeng, Namanya Niken Gandini/Niken Sulastri, Makamnya di setono.
  5. Isteri Kelima dari Wonokerto, berjulukan Putri Kuning, Makamnya di Kertosari.Jenazah Putri Kuning tidak dimakamkan di makam Katongan alasannya ialah melanggar pesan R. Katong, dimana sepeninggal R. Katong para isterinya tidak diperkenankan menikah lagi.Sedangkan Putri Kuning menikah lagi.

Disisi lain, Ki Ageng Kutu Suryongalam dari kademangan Surukubeng masih masih menganut agama Budha.Dua pusaka andalan yang dimiliki Ki Ageng Kutu Suryongalam yaitu keris Kyai Jabardas dan keris Kyai Condhong Rawe , sebelum terjadi perang keris ini berhasil dicuri oleh jasus R. Katong untuk mengurangi kekuatan Ki Ageng Kutu .berdiri dibelakang Ki Ageng Kutu ialah Ki Honggolono dari desa golan.Ki Honggolono pernah bertemu dan berselisiih dengan Ki Ageng Mirah dari desa Mirah dengan problem batalnya ijab kabul kedua putera-putrinya.batalnya ijab kabul ini alasannya ialah perbedaan agama. baca ceritanya di pos sebelumnya!disini.

Ki Honggolono kesudahannya tewas oleh patih R. Seloaji di bersahabat kademangan surukubeng bersahabat sungai yang dikenal dengan nama Warudoyong.Peristiwa ini terjadi ketika utusan R. Bathoro Katong tiba ke kademangan Surukubeng untuk berdialog namun malah berakhir dengan pertumpahan darah.Tewasnya Ki Honggolono berakibat semakin memperabukan kemarahan Ki Ageng Kutu Suryongalam kepada R. Katong .Dengan ilmu kejawen dicarilah hari naas bagi kadipaten ponorogo, Ketemu hari Jum'at Wage.dalam perhitungan kejawen hari jum'at mempunyai nilai 6,sedang Wage mempunyai nilai 4.sedang nama ponorogo diawali dengan aksara pa(jawa) nilai 11.Maka terkumpullah angka 6+4+11 = 21. Kemudian angka 21 dibagi 3. angka pembagi 3 ialah unsur-unsur perhitungan tadi.
Baca juga :
Dalam perhitungan jikalau ada sisa satu kemenangan ada dipihak lawan.Demikian pula jikalau sisa dua kemenangan tetap ada di pihak lawan.tetapi kini terperinci habis dibagi tiga sehingga impian Ki Ageng Kutu untuk menang sangat besar.

Selesai solat Jum'at di hari Jum'at wage ponorogo benar-benar diserang oleh pasukan dari Surukubeng namun hasil kemenangan secara mutlak tidak nampak alasannya ialah kedua belah pihak sama-sama banyak menanggung korban.Peristiwa tersebut dikenal dengan hari naasnya Ponorogo.

Ki Ageng kutu sendiri tewas pada insiden lain, ketika terjadi kejar mengejar dalam perlawanan menghadapi R. Katong.pertempuran itu berkhir di gunung Dloka desa Thathung kec Balong.Di gunung tersebut jasat Ki Ageng Kutu musnah.Melihat insiden itu R. katong bersama R.Seloaji dan Ki Ageng Mirah terperangah dan tidak sadar sampai beberapa saat.Barulah mereka sadar sehabis dicambuk oleh ki Jayadrana (Badan Alus) memakai rumput/suket grinting kalanjana.

Tempat Hilangnya jasat Ki Ageng Kutu tersebut kesudahannya menjadi tempat yang sangar. konon semua perangkat pemerintahan yang masih aktif dinas dihentikan masuk wilayah gunung/hutan Dloka.Hal ini jikalau dilanggar akan berakibat kurang baik bagi yang bersangkutan sesuai bahaya Ki Ageng Kutu kala itu.Salah satu pola ketika RMT Brotodirjo bupati sumoroto III nekat berburu hewan di gunung Dloka ia terjatuh dari kudanya.Setelah dirawat bebarapa hari kesudahannya ia meninggal dunia.Faham menyerupai ini sampai kini masih ada yang mempercayainya.

Itulah suatu proses panjang masuknya agama Islam ke bumi wengker.Suatu perlawanan dari pemegang faham Budha dengan pihak yang membawa faham Islam.dan kenyataannya kini faham usang telah berganti dengan masuknya faham gres yang bernuansa keislaman.

Kini ki Ageng Kutu telah tiada. Ki Ageng kutu sendiri mempunyai tiga orang putera yaitu :

  1. Niken Gandini (Niken Sulastri) putri tertuanya.Seusai perang diperistri oleh R. Batoro Katong
  2. R. Suryolono, Diangkat menjadi panglima tentara di panaraga dan bergelar Suromenggolo.Setelah wafat jenazahnya dimakamkan di makam Gedong, Kel.Kertosari di bersahabat makam Putri Kuning.
  3. R. Suryodoko, Menggantikan Ayahnya menjadi demang di Surukubeng.Kademangan Surukubeng Kini menyatu dalam satu kesatuan dengan kadipaten panaraga. 

itulah sedikit dongeng berdirinya Kadipaten Panaraga.semoga bermanfaat.
Sumber https://wengkersite.blogspot.com/