Ancam Penjarakan Anies, Bawaslu Bogor Diminta Sudahi Dendam Pilgub Dki Jakarta

 merupakan tindakan pejabat yang menguntungkan salah satu pasangan calon presiden ANCAM PENJARAKAN ANIES, BAWASLU BOGOR DIMINTA SUDAHI DENDAM PILGUB DKI JAKARTA

Bawaslu Bogor menyebut tindakan Anies Baswedan di program Partai Gerindra pada 17 Desember 2018 merupakan tindakan pejabat yang menguntungkan salah satu pasangan calon presiden.

Dalam program itu, Anies yang notabene diusung Gerindra maju sebagai Gubernur DKI Jakarta mengacungkan pose dua jari yang merupakan nomor urut pasangan Prabowo-Sandi.

Atas tindakan tersebut, Anies pun diancam Bawaslu Bogor tiga tahun penjara mengacu pada Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 547.

Sikap Bawaslu Bogor ini menuai sorotan tajam. Sebagian kalangan menilai, perilaku tersebut telah mempertontokan ketidakadilan. 

Bahkan, Jaringan Intelektual Muda Islam (Jimi) menilai sikap Bawaslu boleh disebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap Anies Baswedan yang sekarang menjabat Gubernur DKI Jakarta usai menumbang Basuki Tjahaja Purnama pada Pilgub 2017 silam.

Ada upaya kriminalisasi terhadap Anies Baswedan. Selain itu pengawas pemilu tebas pilih, pasalnya kepala kawasan lain yang dengan terang mendukung paslon 01 tidak diperiksa,” Sekjen Jimi, Andi Kurniawan, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Menurut Andi, jikalau memang Bawaslu mau bersikap adil maka kepala kawasan lain juga harus dihukum. 

“Ada Ridwan Kamil, Ganjar, dan gugusan kepala kawasan lain yang bukan hanya simbol namun secara mulut mendukung Jokowi-Ma’ruf. Kita berharap dendam pilkada DKI Jakarta tidak lagi ada, prosesnya sudah selesai,” kata Andi.

“Jimi yakin umat Islam akan bergerak bila rezim melalui Bawaslu tidak berlaku adil. Muatan politisnya begitu terasa dibandingkan aspek hukumnya. 

Anies memang mempunyai elektabilitas yang dapat mengancam petahan namun bukan begitu acaranya jikalau mempertahankan elektabilitas. Pilpres harus berjalan sesuai dengan prinsip jujur dan adil,” sambung dia.

Andi menambahkan, Bawaslu maupun KPU jangan menjadi perusak demokrasi. “Harus netral dong, jangan membela salah satu paslon. 

Kalau penyelenggara tidak netral dapat bahaya, uang rakyat dipakai untuk hal yang tidak bermanfaat jadinya. Harus diingat penyelenggaraan pemilu memakai uang rakyat bukan uang penguasa,” pungkasnya.