ASAL USUL NAMA NGAWI
Ngawi berasal dari kata “AWI” yang artinya bambu yang selanjutnya menerima perhiasan abjad sengau “Ng” menjadi “NGAWI” . Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang aneka macam nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi mengatakan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu.
SEJARAH HARI JADI NGAWI
Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh, tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April 1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh DPRD Kabupaten Dati Ii Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui kesulitan-kesulitan terutamanarasumber atau para tokoh-tokoh masayarakat, namun mereka tetap melaksanakan penelitian lewat sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno.
Didalam acara penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai dengan hasil sebagai berikut ;
Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari Makara Ngawi dengna Surat Keputusan DPRD Kabupoaten Dati II Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, ialah berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas diralat dengan ganjal an bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai Hari Makara Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.
Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983, dibuat Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi yang diktuai oleh Drs. Bapak MOESTOFA.
Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan simposium membahas Hari Makara Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto
K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan hasil symposium tersebut memutuskan ;
Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo wacana Piagam Sultan Hamengku Buwono tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan memutuskan bahwa pada tanggal 10 Nopember 1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai tempat Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bab dari perjalanan Sejarah Ngawi pada jaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono.
Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo wacana Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Selanjutmya memutuskan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah penambangan) dan tempat swatantra. Peristiwa tersebut merupakan Hari Makara Ngawi sepanjang belum diketahui data gres yang lebih tua.
Melalui Surat Keputusan nomor : 188.70/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui wacana penetapan Hari Makara Ngawi ialah pada tanggal 7 Juli 1358 M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak menutup kemungkinan untuk melaksanakan penelusuran lebih lanjut serta mendapatkan masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi sebagai penyempurnaan di kemudian hari.
Sumber : ngawikab.go.id Sumber http://artikelmenarikdanbermanfaat.blogspot.com/