Eksistensi Balai Pengajian Dalam Pengembangan Kepribadian Santri


A.    Latar Belakang Masalah
Eksistensi Balai Pengajian dalam Pengembangan Kepribadian Santri Eksistensi Balai Pengajian dalam Pengembangan Kepribadian Santri

Agama Islam merupakan satu agama yang sungguh mementingkan ilmu wawasan lantaran majunya suatu bangsa sungguh tergantung pada pendidikan. Dalam menyukseskan pembangunan membutuhkan manusia-manusia yang berilmu wawasan dan mereka inilah yang diharapkan selaku pencetus penggerak pembangunan menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan ilmu wawasan yang diperolehnya.
Lembaga Pendidikan Islam selaku media transformasi ilmu wawasan agama Islam yang menduduki urutan tertua dari sekian banyak forum pendidikan, memiliki peranan penting dalam megayomi segala sektor tatanan kehidupan dalam mengimbangi pertumbuhan serta bisa memberi imbas besar lengan berkuasa terhadap sosio-kultural, hal ini terang tergambar pada eksistensinya yang sanggup memainkan tugas selaku sentral pengembangan penduduk disamping ada pula tantangan-tantangan yang mesti dijawab secara kongkrit. Munculnya Balai Pengajian di aneka macam kawasan kita ketahui bahwa bukan beranjak dari faktor kebetulan akan tetapi dilatar belakangi oleh bermacam-macam faktor sosial.
Dalam operasionalnya, Balai Pengajian memiliki nilai-nilai pokok yang tidak dimiliki oleh forum lain, antara lain cara pandang kehidupan secara utuh (kaffah) yakni selaku ibadah, menimba ilmu itu tidak berkesudahan (long life education) tetapi kemudian untuk diamalkan. Ilmu dan ibadah yakni menjadi identik baginya, yang dengan sendirinya akan timbul kecintaan yang mendalam pada ilmu wawasan selaku nilai utama. Balai Pengajian selalu pula bikin suasana keikhlasan melakukan pekerjaan untuk tujuan-tujuan bersama.
Dengan model pendidikan tersebut terbukti  lembaga pendidikan Islam bisa menciptakan pertahanan mental spiritual yang kuat dan bisa menyediakan seminar moral sehingga mendapat kawasan dihati penduduk dan kaum muda Islam. forum pendidikan Islam diakui amat solid dalam menumbuhkan gairah keagamaan yang mendalam sehingga penduduk menilai forum pendidikan Islam selaku basic tarining dalam bidang kehidupan moral keagamaan.
Bahwasanya Islam sudah manjadikan pendidikan selaku suatu alternatif untuk membentuk kepribadian. “Pendidikan menurut persepsi Islam merupakan suatu upaya membimbing, mengarahkan dan membina penerima didik yang dilakukan secara sadar dan terpola biar terbentuknya suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai fatwa Islam.”[1] Pendidikan Islam berlainan dengan                                                                              pendidikan pada umumnya, lantaran pendidikan Islam bukan semata-mata untuk mengirimkan seseorang menjadi arif balig cukup akal secara psikologi akan tetapi untuk mempribadikan fatwa Islam terhadap anak didik dan berkepribadian muslim merupakan tingkat kesempurnaan tujuan hidup orang muslim, suatu kepribadian yang memunculkan seseorang selaku insan kamil yang tidak cuma terbatas pada temperamen dan aksara saja akan tetapi meliputi faktor kejasmanian, psikologi dan kerohanian.
Sudarsono sebagaimana mengutip usulan Ibnu Maskawaih memastikan bahwa suatu kepribadian itu tidak akan terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi proses tersebut membutuhkan pemberian dari lembaga-lembaga atau badan-badan pendidikan dan ada beberapa faktor yang mensugesti perkembangan suatu kepribadian yakni faktor warisan keturunan dan faktor lingkungan, faktor warisan keturunan condong ketingkat bayi hingga kanak-kanak, sementara faktor lingkungan lebih condong terhadap pembentukan kepribadian pada usia dewasa.[2]

            Berdasarkan perkiraan tersebut di atas, yang bahwa suatu pendidikan Islam dapat menjadi suatu alternatif untuk membentuk suatu kepribadian dan gotong royong kepribadian itu tidak terbentuk dengan sendiri akan tetapi membutuhkan suatu binaan dan pengembangan, maka dalam hal ini penulis ingin mengadakan suatu observasi ihwal proses pengembangan kepribadian disebuah Balai Pengajian dan dalam hal ini objek observasi penulis khususkan terhadap santri, mengingat kepribadian seorang santri selalu menjadi sorotan yang kemudian dijadikan publikasi terhadap perkembangan nilai-nilai keislaman lantaran santri itu intinya yakni suatu cerminan dari peradaban yang tengah berkembang. Al-Qur'an menggalakkan tingkah laris yang baik, watak yang bagus dan perbuatan yang baik. Semua ini memanifestasi dari kepribadian yang utama.
Bahwasanya jago psikologi membedakan dua macam tingkah laku, yaitu:
Pertama, Tingkah laris intelektual yang tinggi tujuannya segala perbuatan yang dilakukan / dilakukan seseorang yang bermitra dengan kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri-ciri khususnya yakni berupaya meraih tujuan tertentu. Kedua, Tingkah laris mekanistis atau reflekstif tujuannya yakni respon-respon yang timbul pada insan secara mekanistis dan tetap seumpama kedipan mata lantaran kena cahaya dan gerakan-gerakan rangsangan yang kita lihat pada kanak-kanak seumpama menggerakkan tangan dan kaki secara terus menerus tanpa aturan[3].

Konsep tingkah laris di atas menandakan bahwa kepribadian itu sesungguhnya berisikan dua kokatagori, yakni kepribadian yang dihasilkan dari suatu jerih payah dan pengembangan, dan kesannya sarat dengan pertimbangan dan perkiraan yang matang. Sementara klasifikasi kedua yakni ciri-ciri kepribadian yang berasal dari dalam diri sendiri, suatu pembawaan dan kesannya dari faktor keturunan. Di samping itu banyak sekali penegasan al-Qur'an dan klarifikasi hadits mengenai ciri-ciri kepribadian yang utama yaitu.
1.     Pertengahan dan Sederhana
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً مَّحْسُوراً) الإسراء: ٢٩(
Artinya:   Dan janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kau terlalu mengulurkannya Karena itu kau menjadi tercela dan menyesal.(Qs. Al-isra: 29).

وعن ابى‏َا أُمَامَةَ ‏ ‏رضى الله عنه قال: ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَا ابْنَ ‏ ‏آدَمَ ‏ ‏إِنَّكَ إِنْ تَبْذُلْ ‏ ‏الْفَضْلَ ‏ ‏خَيْرٌ لَكَ وَإِنْ تُمْسِكْهُ شَرٌّ لَكَ وَلاَ تُلاَمُ عَلَى كَفَافٍ وَابْدَأْ بِمَنْ ‏ ‏تَعُولُ ‏(رواه الترمذى)
Artinya: Dari Abu ummah ra, ia berkata rasul SAW bersabda: wahai anak adam sesusungguhnya kalau kau menyediakan keistimewaan hartamu, maka itu lebih baik bagimu dan kalau kau menahannya maka itu sungguh jelek bagimu, kau tidaklah dicela dalam kesederhanaan dan dahulukan orang yang memunculkan tanggunganmu. (HR. Turmuzi)[4]

Islam memerintahkan pemeluknya untuk hidup sederhana namun bukan dalam arti sehabis shalat kita tidak berusaha/mencari rezeki bahkan Nabi merekomendasikan untuk menyediakan sebagian harta terhadap orang lain hal kondisi orang itu dalam kondisi kecukupan.
2.     Kebenaran (siddiq)
Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 119 selaku berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ) التوبة: ١١٩(
Artinya:   Hai orang-orang yang beriman bertakwalah terhadap Allah, dan hendaklah kau bareng orang-orang yang benar.(QS. At-taubah: 119).

Siddiq merupakan sifat yang mesti dimiliki oleh siapa saja lantaran siddiq itu akan menjinjing kebaikan sedangkan kebaikan itu sendiri yakni kunci untuk masuk surga, sebaliknya dengan kejahatan akan menjinjing ke neraka. 
3.     Amanah
Firman Allah surat an-Nisa’ ayat 58 selaku berikut:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً) النساء: ٥٨(
Artinya: Sesungguhnya Allah memerintahkan kau menyodorkan amanat terhadap yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan aturan di antara insan agar kau menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah yakni Maha mendengar lagi Maha Melihat.(QS. an-Nisa’: 58).

4.     Penyantun dan Penyayang
Al-Qur'an al-‘Araf 199 selaku berikut:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ) الأعراف: ١٩٩(
Artinya: Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang melakukan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. al-‘Araf: 199).

Demikianlah ciri kepribadian yang diutamakan dalam al-Qur'an dan hadits, ciri-ciri tercermin in tercermin dalam setiap tingkah laris manusia. Seseorang berkepribadian baik, apabila ia memiliki tingkah laris yang bagus sebaliknya seseorang berkepribadian buruk, itu juga dikarenakan tingkah lakunya. Fenomena ini juga terjadi di Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong sudah berupaya semaksimal mungkin dalam membuatkan kepribadian santri.
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis terpikat untuk meneliti dengan judul Eksistensi Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam Pengembangan Kepribadian Santri di Kecamatan Juli
B.    Rumusan Masalah
Rumusan persoalan dalam penulisan proposal skripsi ini yakni sebagi berikut:
1.     Bagaimana metode Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri?
2.     Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses pengembangan kepribadian santri di Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong?
C.    Penjelasan Istilah
Judul proposal skripsi ini yang perlu penulis jelaskan yakni selaku berikut:
1.     Eksistensi
“Eksistensi berasal dari kata exixtentie yang mempunyai arti adanya, keadaan”.[5]  Pengertian yang selaras juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni “Adanya, keberadaan”[6]. Eksistensi yakni “sesuatu yang membedakan suatu benda dengan benda lainnya. Bisa juga dimaknai dengan keberadaan, wujud, atau adanya”.[7] Dessy Anwar dalam kamus lengkap bahasa Indonesia menerangkan eksistensi yakni “adanya, keberadaan”.[8] Adapun eksistensi yang penulis maksudkan yakni eksistensi atau kondisi yang bagaimana dalam pangembangan kepribadian yang dilakukan di Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong untuk membentuk kepribadian-kepribadian yang kamil (sempurna).
2.     Balai Pengajian
Menurut Kamus Bahasa Indonesia balai yakni “gedung; rumah (umum); kantor kawasan yangg dipakai oleh pegawapemerintah pemerintah untuk mengadakan rapat, atau kegiatan kemasyarakatan lain”[9]. Pengajian berasal dari kata “kaji yang artinya meneliti atau mempelajari ihwal ilmu-ilmu agama Islam”[10]. Maksudnya yakni membimbing sesering mungkin terhadap umat insan yang sudah memeluk agama Islam pada khususnya, biar keberagamaan kian meningkat. “Jadi pengajian merupakan pengajaran agama Islam dan menanamkan norma-norma agama lewat media tertentu”[11].
Pengajian ini biasa diselenggarakan oleh penduduk baik di masjid, mushala, madrasah-madrasah, perumahan bahkan perkantoran.

3.     Pengembangan
“Pengembangan berasal dari kata kembang yang mempunyai arti proses atau cara perbuatan mengembangkan”[12]. Dalam model yang lain disebutkan, pengembangan merupakan suatu pembangunan secara sedikit demi sedikit dan teratur yang mempunyai kecenderungan kesasaran yang dikehendaki.”[13] Dari arti kata pengembangan tersebut diketahui bahwa bagaimana proses pergantian sikap atau tata laris sekelompok orang dalam jerih payah mendewasakan anak insan lewat pengajaran dan latihan.
4.     Kepribadian
“Kepribadian berasal dari kata pribadi yang mempunyai arti insan selaku perseorangan, diri insan atau diri sendiri.sementera itu kepribadian yakni kondisi insan selaku perseorangan , keseluruhan sifat yang merupakan watak orang atau orang yang bagus sifat dan wataknya”[14].
Sudarsono beropini bahwa:
Kepribadian tidak cuma dirancukan pada temperamen dan aksara saja tetapi kepribadian lebih luas pemahaman dari kedua perumpamaan tersebut, yang bahwa meliputi totalitas mutu/bobot/kualitas dari seseorang, mutu tersebut biasanya terlihat dalam cara-cara berbuat, berfikir, berpendapat, falsafah hidup dan minat[15].

Kepribadian dalam bahasa Inggris disebut dengan personality. Kata personality dari bahasa Yunani-kuno prosopon atau persona, yang artinya “topeng” yang biasa dipakai artis dalam teater[16]. Tujuan pemakaian topeng ini selain untuk menyembunyikan identitasnya, juga untuk keleluasaannya dalam memerankan sosok pribadi lain. Teknik drama ini kemudian diambil alih oleh bangsa Roma dengan perumpamaan personality. Bagi bangsa Roma, persona semula diartikan dengan “bagaimana seseorang terlihat pada orang lain dan bukan pribadi yang sesungguhnya”. Maksud personality bukanlah suatu atribut yang niscaya dan spesifik, melainkan sesuatu kwalitas sikap total seseorang. Istilah personality kemudian dipakai untuk menamakan para pemain film sendiri, bukan pribadi orang lain yang diperankan. Setelah masa keemasan Roma, makna perumpamaan ini bermetamorfosis “sesuatu yang dianggap selaku konstitusi insan yang dijadikan”[17].
Kepribadian yang penulis maksudkan yakni watak santri dalam kehidupan sehari-hari.
5.     Santri
Menurut bahasa, perumpamaan santri berasal dari bahasa Sanskerta, “shastri yang memiliki akar kata yang serupa dengan kata sastra yang mempunyai arti kitab suci, agama dan pengetahuan”[18]. Santri yakni “sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu kawasan yang dinamakan Pesantren, biasanya menetap di kawasan tersebut hingga pendidikannya selesai”[19].

D.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini yakni sebagi berikut:
1.     Untuk mengetahui metode Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri.
2.     Untuk mengenali hambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses pengembangan kepribadian santri di Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong.
E.    Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini yakni sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini berharga bagi para pelaku pendidikan, secara biasa sanggup memperbesar khazanah ilmu wawasan khususnya mengenai eksistensi balai pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri di Kecamatan Juli. Selain itu  hasil pembahasan ini sanggup di jadikan materi kajian bidang study pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini sanggup menyediakan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan eksistensi balai pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri di Kecamatan Juli ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di inginkan sanggup menjadi suplemen rujukan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.

F.     Landasan Teori
Di kurun modernisasi dan industrilisasi yang pernah disebutkan guru saya sebelumnya, sifat-sifat setempat dan primordial akan menjadi kendala-kendala penting dalam perkembangan masyarakat. Guru saya menyaksikan indikator ini terjadi pada Balai Pengajian-Balai Pengajian yang sungguh tradisional yang menangkal ruang lingkup pelayanannya pada kelompok-kelompok terbatas saja. Tidak sanggup dibantah bahwa lembaga-lembaga pendidikan pada awalnya lahir dari kebutuhan-kebutuhan terbatas, guru saya memisalkan ini seumpama universitas-universitas di Barat yang pada awalnya lahir dari lingkungan Gereja. Tetapi lembaga-lembaga ini berikutnya meluas keluar dari Gereja, lantaran di Barat ada metode pemisahan antara negara dan Gereja.
Pengajaran moral di Balai Pengajian merencanakan genersi menjadi seorang ulama yang perkasa yang dapat mengdapi dilema umat. Bahkan tidak hingga di sini, untuk menjadi ulama zaman, mesti mengerti dan mempelari wawasan biasa di samping wawasan agama. Sistem ini sudah dirintis dan dipraktekkan oleh Azhar university yang pertama sekali juga berangkat dari sudut-sudut mesjid.
Jika terjadi pemisahan antara pendidikan biasa dan pendidikan agama di suatu forum pendidikan kemungkinan besar akan menjadi seumpama nasib Gereja di Barat sebagaimana diterangkan guru saya sebelumnya, yakni cuma menimbang-nimbang agama selaku suatu yang terbatas atau yang primordial. Sedangkan ilmu biasa yang lebih mondial diserahkan terhadap sekolah dan universitas-universitas. Bila ini terjadi, guru saya memprediksikan secara tidak sadar kita akan terjebak dalam ideologi sekuler. Ideologi sekulerisme memisahkan antara agama dan dunia, dan bila kita ikut menemukan pemisahan ini dengan menyediakan pendidikan agama pada Balai Pengajian dan pendidikan biasa pada sekolah kita pun sebetulnya sudah mengikuti faham sekuler. Makara orang yang faham sekuler dalam persepsi guru saya bukanlah yang berguru dunia semata-mata, tetapi juga berguru agama semata-mata tanpa mengindahkan tanggung jawab dunia.
Kebutuhan penduduk pada masa yang akan tiba mesti dijadikan dasar bagi pendidikan Balai Pengajian di Aceh yang meliputi moral dan keperluan spritual. Nilai spiritual yakni nilai-nilai yang ditemukan lantaran kedekatannya dengan sang Khaliq. Nilai ini sungguh berkhasiat bagi penguatan kepribadian seorang insan dalam menghadapi aneka macam tantangan duniawi menuju kemakmuran dan kedamaian bathin.
Kegagalan dalam membina faktor moral dan spiritual dalam pendidikan akan memiliki efek pada merendahnya mutu insan yang akan disediakan menjadi seorang pendidik atau ulama. Oleh lantaran itu, Balai Pengajian yang berangkat dari sudut-sudut rumah, mesjid atau lanjutan dari pendidikan Meunasah di Aceh diharapkan sanggup menyediakan pencerahan dalam persoalan ini. Masyarakat Aceh ke depan sungguh menghendaki Balai Pengajian Meunasah bisa melahirkan kader-kader ulama yang memiliki pikiran-pikiran bernas dan kapabilitas dalam menghadapi tantangan global.



G.   Kajian Terdahulu
Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Akhdhari Nim: A. 284226/3176 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2012 dengan judul skripsi Eksistensi Balai Pengajian Asrarul Huda dalam mendidik Kepribadian Santri di Kecamatan Kuala metode yang dipakai dalam penelitiannya yakni pendekatan lapangan (field research) dengan kesimpulan selaku berikut:
1.     Usaha Balai Pengajian Asrarul Huda membuatkan kepribadian santrinya yakni dengan menghidangkan materi-materi pendidikan yang bermitra dengan ilmu wawasan agama yang berasal dari kitab-kitab kuning, kemudian dengan menyediakan pendidikan keterampilan, seumpama kemampuan bikin kaligrafi, menjahit, bikin kue, berkebun dan beternak.
2.     Sistem Balai Pengajian Asrarul Huda dalam pengembangan kepribadian santri yakni dengan merealisasikan pendidikan keteladanan sehingga santri sanggup mengambil teladan eksklusif dari gurunya dalam persoalan kepribadian dan dengan penanaman disiplin yang membangun sikap anak dibatasi dengan aturan dan tata tertib tertentu.
3.     Hambatan-hambatan yang dicicipi dalam proses pengembangan kepribadian santri di Balai Pengajian Asrarul Huda belum tersedianya Pondok (tempat nginap santri), belum tersedianya mesjid selaku kawasan ibadah santri, belum ada kurikulum yang terencana dan organisasi kepemimpinan belum di jabat oleh orang-orang yang berkompetensi.

H.    Metodelogi Penelitian
1.     Lokasi Penelitian
Lokasi observasi ini yakni di Dusun Meunasah Tanjong Desa Juli Tambo Tanjong Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh, sedangkan permasalahan yang diteliti yakni eksistensi balai pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri di Kecamatan Juli.
2.     Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan studi lapangan yang bermaksud “mempelajari secara intensif ihwal latar belakang kondisi kini dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, forum dan masyarakat”[20]. Penelitian ini bersifat deskriptif yang memberi citra secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kalangan tertentu, dalam observasi ini untuk mengenali gunjingan ihwal eksistensi Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri di Kecamatan Juli.
3.     Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis dipakai dalam penulisan ini yakni  penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif serta menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif yakni suatu pendekatan observasi yang diarahkan dalam mengerti fenomena sosial dari perpektif partisipan, serta menggunakan seni administrasi multi metode, dengan metode utama interview, observasi, dan studi dokumenter, dalam pelaksanaan observasi peneliti menyatu dengan suasana yang di teliti.[21]  Penelitan kualitatif berlangsung secara natural, data yang di kumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam tingkah laris alamiah, hasil observasi kulitatif berupa deskripsi analisis.
4.     Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi sumber data dalam observasi ini yakni selaku berikut:
No
Ruang Lingkup
Hasil Yang Diharapkan
1
Sistem Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam pengembangan kepribadian santri
a)     Kurikulum
b)     Pengajaran

2
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses pengembangan kepribadian santri di Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong
a)     Balai
b)     Mushalla
c)     Kurikulum
d)     Organisasi
e)     Guru
f)      Santri

5.     Objek Penelitian
Menurut Sugiyono pemahaman “Objek observasi yakni fasilitas ilmiah untuk menemukan data dengan tujuan dan kegunaa tertentu ihwal sesuatu hal objektif, valid, dan reliable ihwal suatu hal.”[22] Dari definisi diatas sanggup diambil kesimpulan bahwa objek observasi  adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk  mendapatkan data tertentu yang memiliki nilai, skor atau ukuran yang berbeda.  Objek dalam observasi ini yakni Pimpinan Balai Pengajian, guru/Teungku Balai Pengajian dan Santri Balai Pengajian.


6.     Sumber Data
          Data primer yakni sumber data yang eksklusif dan secepatnya diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[23] Adapun sumber data primer dalam observasi ini adalah:
a)     Pimpinan Balai Pengajian
b)     Guru/Teungku
c)     Santri dan orang renta santri
1)     Data skunder yakni sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yakni buku:
a)     Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Cet ke -23, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001
b)     Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidayanti, Jakarta: Erlangga, 1992.
c)     A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
d)     Hartati, Netty, et al. Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
e)     Ahmad Muthohar, AR, Ideologi Pendidikan Pesantren, Pesantren ditengah Arus Ideologi-Ideologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007.
f)      Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan PolitikIslam di Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1994.
g)     Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
h)     Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru, 1986.
i)      Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktik Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2000.
j)      Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1990.        
k)     Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi hingga Tradisi, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001.
l)      Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al-Ikhlas, 1983.
7.     Teknik Pengumpulan Data
Menurut Nazir pengumpulan data yakni mekanisme yang sistematik dan tolok ukur untuk memperoleh data yang diperlukan.[24] Karena observasi ini merupakan observasi lapangan yakni eksklusif menekuni ke lokasi penelitian, sesuai dengan usulan tersebut untuk menemukan data dan gunjingan yang akurat demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini, dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik, yakni Field Research (penelitian lapangan) merupakan suatu metode pengumpulan data dengan menggunakan observasi eksklusif ke lapangan untuk memperoleh gunjingan dan data-data dari objek penelitian, lewat observasi ini akan dilaksanakan sebaik-baiknya untuk memperoleh data yang valid.
Dalam pelaksanaan observasi ini juga dikumpulkan data dengan menggunakan teknik selaku berikut:
a.      Observasi
Metode pengamatan yakni “pengamatan dan pencatatan yang sistematis tehadap gejala-gejala yang diteliti”[25]. Metode ini dipakai untuk memperoleh data ihwal :
1)     Eksistensi Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong
2)     Pengembangan Kepribadian Santri di Kecamatan Juli
b.     Interview (wawancara).
Metode wawancara yakni “tanya jawab mulut antara dua orang atau lebih secara langsung”[26]. Jenis wawancara yang dipakai yakni wawancara yang bebas terpimpin, lantaran sekalipun wawancara dilakukan secara bebas tetapi sudah dibatasi oleh struktur pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan untun memperoleh data selaku berikut :
1)     Tujuan pengembangan kepribadian santri di Kecamatan Juli
2)     Nilai-nilai fatwa Islam yang akan diinternalisasikan terhadap santri.
3)     Proses pengembangan kepribadian santri.

c.      Dokumentasi
Metode dokumentasi yakni “teknik pengambilan data yang diperoleh lewat dokumen-dokumen”[27]. Metode ini dipakai untuk memperoleh data tentang:
1)     Kondisi dan citra biasa ihwal Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong.
2)     Keadaan guru dan santri Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong.
3)     Sarana dan kepraktisan Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong.
8.     Tehnik Analisa Data
Analisis data yakni “proses menyusun data biar sanggup ditafsirkan. Proses analisis data dimulai dengan menela’ah seluruh data yang tersedia dari aneka macam sumber yakni berupa wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan serta dokumen resmi dan sebagainya”[28]. Dalam menganalisis data-data yang ada penulis menggunakan metode fenomonologi dan analisis deduksi dan refleksi, yakni “suatu metode analisis data yang menggambarkan atau melukiskan kondisi obyek observasi pada di saat kini menurut berdasarkan fakta-fakta yang terlihat atau sebagaimana adanya”[29].
Jadi dalam menganalisis data, penulis cuma akan mendiskripsikan atau menggambarkan ihwal Eksistensi Balai Pengajian Tgk. di Meunasah Tanjong dalam Pengembangan Kepribadian Santri di Kecamatan Juli.
Adapun tehnik penulisan dalam skripsi ini penulis berpedoman pada Buku Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Bireuen Aceh tahun 2014. Mengenai terjemahan ayat Al-Qur’an, penulis mengambil Buku Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an Kementrian agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Perkata, Penerbit CV. Kalim, Jakarta Tahun 2010.
I.      Garis Besar Isi Proposal Skripsi
Adapun yang menjadi garis besar dalam penulisan  proposal skripsi  ini yakni selaku berikut :
            Pada kepingan satu terdapat pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, klarifikasi istilah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, Landasan Teori, Kajian terdahulu, metode observasi dan garis besar isi proposal skripsi.










J.     Daftar Pustaka
Abudin Nata, Metodelogi Studi Islam, Jakarta: Raja Gravindo, 1998.

Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press, 2004.

Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet. 1, Surabaya: Karya Abditama, 2001.

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996.

Imrron M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus shalihin, Jilid I, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rinneka Cipta, 1997.

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2005.

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Nazir, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1999.

Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. III, Bandung: Jemmars, 2000.

Nana Syoadih Sukmadita, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Netty Hartati, et al. Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Osuman Rabili, Kamus Internasional, Jakarta: Bulan Bintang, 1956.

Pis A Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Popular Ilmiah, Surabaya: Arkola, 2000.

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1989.

Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,             Bandung: Angkasa, 1987.






[1]Abudin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: Raja Gravindo, 1998 ), hal. 292.
[2]Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), hal. 40.

               [3] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press, 2004), hal. 29.
[4] Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus shalihin, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal. 478.
               [5]Osuman Rabili, Kamus Internasional, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), hal. 185.

               [6]Imrron M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 221.
[7] Pis A Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Popular Ilmiah, (Surabaya: Arkola, 2000), hal. 133.

[8] Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet. 1, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 130.

               [9] Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 149.

               [10] Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 431.

               [11] Ibid., hal. 431.
[12]WJ.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 414 .

[13] Mulyono, Kamus …, hal.1007.

[14]Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 323 .

[15]Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), hal. 157.
[16] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press, 2004), hal. 8.

[17] Netty Hartati, et al. Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 117.

               [18] Yasmadi, Modernisasi Pesantren; Kritik Nurcholish Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hal. 61.

               [19] Ibid., hal. 62.
               [20] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal 5.
[21] Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 6.

               [22] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Jakarta: Alfabeta, 2010), hal. 13.
[23] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,             (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[24] Nazir, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hal. 127.
               [25] Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1997), hal. 63.

               [26] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi... hal. 57-58.
               [27] Ibid, hal. 73.

               [28] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 190.

               [29] Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hal. 73.