Baru-baru ini admin melihat informasi trending wacana layangan putus Kisah Viral yang Menyeret Nama Lola Diara yang katanya hingga ada part 1 part 2 part 3 nya. Awalnya lihat judul Layangan Putus di Komunitas Menulis di Facebook, namun alasannya malas baca lengkapnya saya skip saja. Makin lama makin banyak judul itu berseliweran di sosmed, tapi belum juga buat ku penasaran.
Sepulang kerja ibarat biasa ngobrol santai dengan istri, beliau tanya
"Mas, kau tau nggak kisah Layangan Putus, kok rame banget di grup WA aku?"
Aku jawab,
"Nggak tau, setauku dulu ada anak kecil ngejar layangan putus, kemudian mati kesengat listrik. Ibunya nangis histeris, nggak rela melepas kepergian anaknya. Sempat masuk informasi juga, Tapikan udah lama banget itu... "
Malam berlalu, pagi menjelang siang jagad maya makin riuh soal Layangan Putus.
Akhirnya cobalah nyetatus di FB, siapa tau ada yang sanggup mencerahkan otak yang makin berawan penuh kabut, apalah istilahnya, mungkin sanggup diistilahkan dengan "Kepo".
Ada yang komen menyertakan link yang isinya paling tabu di kalangan Emak-emak. Apalagi kalo bukan Poligami. Tak lupa di status FB link itu disertakan pula foto-foto keluarga yang dimaksud.
Kisahnya duka penuh emosi, melihat wanita dan anak ditelantarkan. Aku baca di kolom komentar caci maki mengarah opini, padahal menurutku itu belum seberapa, ada kisah yang lebih perih dari sekedar Layangan Putus.
Namun kali ini kita tidak akan membahas wacana pelakor #layanganputus tersebut. Kita akan bercerita dari kisah yang lain.
Entah mau diberi judul apa, mungkin pasnya "#MengaitkanTaliLayanganYangPutusLaluMenerbangkannya". Kepanjangan ya?
Pokoknya begini ceritanya.
Ini kisah wacana seorang anak berjulukan Riyan.
Bukan dari keluarga kaya ibarat kisah sebelumnya. Mereka tinggal dari satu lapak ke lapak pemulung lainnya.
Tapi ada kesamaan cerita, ayah Riyan menikah lagi dengan wanita lain meninggalkan istri dan anak-anaknya. Bukan hanya 12 hari menghilang, tapi sejak pergi hingga kisah ini saya tulis, batang hidung si bapak belum juga riyan temukan.
Singkat cerita, alasannya kebutuhan yang semakin besar untuk menghidupi Riyan dan adiknya, ibu riyan terpaksa menitipkan anak-anaknya ke orang tuanya di cirebon. Lalu ibu Riyan merantau lebih jauh ke Arab Saudi, demi melepas belenggu kemiskinan yang menjerat mereka selama ini.
Keterbatasan pengetahuan ibu Riyan membuatnya tak sanggup berkomunikasi dengan anak-anaknya, bahkan untuk kirim uang saja tak tau caranya. Akhirnya hidup Riyan yang masih berumur 11 thn dan adiknya yg masih kecil terkatung-katung di kampung.
Kondisi yang sulit menciptakan Riyan cukup umur sebelum waktunya. Ia mengamen dari angkot ke angkot setiap hari semoga sanggup punya uang. Terbesit di fikiranya Ia ingin bertemu bapaknya yang sudah sekian lama meninggalkannya.
Riyan pun mulai menabung, untuk perbekalannya mencari sang bapak. Receh demi receh ia kumpulkan berhari-hari, hingga terkumpul uang Rp120.000. Tanpa pamit ke kakek neneknya Riyan bertekad ke Jakarta mencari bapaknya semoga kembali berkumpul dengannya dan keluarganya.
Riyan pun naik kendaraan jurusan Jakarta seorang diri. Hingga sesampainya di Jakarta, Ia cari ke lapak-lapak pemulung kawasan Ia dan bapak ibunya tinggal dulu, tanya satu tetangga ke tetangga yg lain semuanya tak tau keberadaan bapaknya.
Hanya berselang beberapa hari di Jakarta, uang yang dikumpulkanya pun habis untuk makan. Pakaianya kotor dan kumuh, berhari-hari tak mandi. Ia pun jadi anak jalanan, tinggal di pemukiman lapak pemulung, tidur di pelataran rumah warga, sering berhari-hari tak makan.
Seorang sahabat yang tinggal di lapak mengajak riyan mencari botol plastik (Mulung), keliling komplek perumahan dan jalan-jalan. Setelah terkumpul ia jual ke pengepul, laris 5rb hingga 20rb. Ia bersyukur uang yang di dapatnya sanggup dipakai untuk membeli makan. Dan acara itu Ia jalani setiap hari hanya semoga sanggup makan dan bertahan hidup.
Beberapa bulan Ia tinggal di jalanan membuatnya telihat sangat kumuh dan kotor. Warga sekitar lapak menjulukinya, "Si Buluk". Kepalanya penuh dengan pitak, badannya bau, kusut alasannya setiap hari di jalanan.
Tak jarang Ia betul-betul tak makan 24 jam penuh ketika Ia tak mendapat botol plastik, namun Allah maha memberi rezeki kepada makhlukNya, ada saja warga yang kasihan dan memberi makan untuknya, meski tak sering tapi Ia bersyukur masih sanggup makan.
Berbulan-bulan di jalanan dan lapak, Ia karenanya bertemu dengan sebuah Yayasan yang memang berkonsentrasi pada bawah umur yang kurang beruntung ibarat Riyan, dan kebetulan saya beraktivitas di Yayasan tersebut, namanya Yayasan MAI yang beralamat di Jl. Lebak Bulus V, No. 34 Cilandak Barat Jakarta Selatan.
Riyan di antar oleh temannya sesama anak lapak yang kebetulan sekolah Kejar Paket PKBM di Yayasan MAI. Mendengar kisah Riyan, Akhirnya para pengurus Yayasan setuju menampung Riyan tinggal dan dibina di Asarama.
Sepekan tinggal di Asrama, Riyan merasa tak betah, alasannya banyak peraturan yang harus Ia jalani, maklum saja Ia terbiasa bebas di jalanan.
Aku berusaha mendekati Riyan, dan ngobrol empat mata.
"Riyan, di luar sana kau nggak ada siapa-siapa? Di sini kau dibina, ada buat makan setiap hari, tanpa perlu kau harus mengais sampah jalanan... "
Riyan tetap membisu dan memutuskan tetap ingin keluar.
"Yan, kau bertahan dulu deh sebulan ke depan, kau akan terbiasa. Apalagi nanti biasanya akan ada orang renta Asuh, yang bersedia membiayai kebutuhan kamu, kebutuhan makan, pakaian hingga kebutuhan sekolah sampe sekolah tinggi tinggi..."
Mendengar itu, Ia respon.
"Beneran kak nanti ada yang biayain Riyan?"
Tanya Riyan.
"Memangnya kau makan selama ini darimana? Donatur Yan. Ada yang biayain kau dan temen-temen disini untuk makan. Nantinya juga ada yang ingin kenal kau lebih bersahabat dan mau biayain kebutuhan kau hingga sekolah tinggi tinggi..." jelasku.
Riyan pun mau untuk meneruskan tinggal, Ia berguru mengaji dan mulai menghafal surat-surat pendek.
Sekitar sebulan lebih Ia tinggal di Asrama, Riyan yang terkesan brutal suka ngotot bila bicara khas anak jalanan, semakin kesini Ia menandakan perubahan yang signifikan. Bahkan waktu saya makan semeja dengannya dan beberapa anak lainnya, saya pernah mendengar perihal cita-citanya di masa depan.
Riyan ngobrol santai dengan Meteor anak yatim yang tinggal sekamar dengannya.
"Meteor, kalo gede nanti saya mau jadi Bandar Duit (Maksudnya orang sukses)... Kalo nanti udah kaya, mau gantian jadi donatur di sini, biar bawah umur yang kayak saya sanggup makan kayak saya sekarang" Celoteh Riyan sambil makan.
Riyan kini tangah menempuh pendidikan Kejar Paket PKBM, Madrasah Diniyah Awaliyah dan mengikuti acara Tahfizh di Asrama Yatim dan Dhuafa MAI. Meski tak kunjung bertemu bapaknya Ia masih berharap sanggup berjumpa dengannya di Akhirat.
Pernah ketika ngobrol santai denganku, Ia pun nyeletuk, "Kak, saya mau jadi orang bener. Biar sanggup bawa Ibu bapak ke Surga... " Agak kaget mendengar Kalimat itu keluar dari anak yang lama hidup di jalanan. Harapannya yang sempat putus mulai terikat kuat. Ibarat Layangan, Riyan sedang dalam proses menerbangkan dirinya meraih cita-citanya.
Hampir 2 bulan Riyan tinggal di Asrama, Ia tak hanya betah, Ia sudah menganggap keluarga semua yang tinggal di Asrama.
Suatu hari Aku mengajak Riyan ke lapak pemulung, untuk membagi nasi kotak dari donatur untuk di distrubusikan ke orang-orang yang membutuhkan. Ia ternyata cukup dikenal oleh warga disana, "Eh Buluk. Lu tinggal dimana sekarang? Bla.. Bla... Bla... "
Sampai ada satu orang yang mengabarkan kabar baik ke Riyan, "Buluk, Ibu lu kemarin udah balik tuh ke Cirebon. Lu nggak tau ya?"
Dari keterangan itu, Aku dan Riyan mencari informasi, dan alhamdulillah sanggup berkomunikasi via FB Messenger.
Ibu Riyan yang lama tak ada kabar di luar negeri sudah pulang ke Indonesia. Namun kepulangannya tak juga sanggup menutup kebutuhan keluarganya. Ibunya pun merantau lagi ke Depok, bekerja sebagai IRT.
Saat Ibu Riyan mendengarkan usaha Riyan mencari bapak hingga hingga di Asrama, beliau hanya menangis tak menyangka anaknya sanggup senekat itu, namun bersyukur Riyan terdampar di Asrama.
Ibu Riyan menitipkan pesan ke Riyan semoga terus tinggal di Asrama, supaya terus dibina dan menjadi orang yang mempunyai kegunaan dikemudian hari.
***
Penutup :
Banyak anak yang senasib dengan Riyan. Caci maki dan sumpah serapah terhadap orang yang menelantarkan keluarga tak banyak menuntaskan masalah, tapi uluran tangan kita akan meringankan beban mereka.
Jangan biarkan Layangan Putus jatuh ke selokan atau menyangkut di pohon hingga lama dan hancur. Kita sanggup memungutnya, mengaitkan kembali dan menerbangkannya lebih tinggi.
Jakarta, 03 November 2019.
Akbar Ismail Sumber https://bolalova.blogspot.com/
Sepulang kerja ibarat biasa ngobrol santai dengan istri, beliau tanya
"Mas, kau tau nggak kisah Layangan Putus, kok rame banget di grup WA aku?"
Aku jawab,
"Nggak tau, setauku dulu ada anak kecil ngejar layangan putus, kemudian mati kesengat listrik. Ibunya nangis histeris, nggak rela melepas kepergian anaknya. Sempat masuk informasi juga, Tapikan udah lama banget itu... "
Malam berlalu, pagi menjelang siang jagad maya makin riuh soal Layangan Putus.
Akhirnya cobalah nyetatus di FB, siapa tau ada yang sanggup mencerahkan otak yang makin berawan penuh kabut, apalah istilahnya, mungkin sanggup diistilahkan dengan "Kepo".
Ada yang komen menyertakan link yang isinya paling tabu di kalangan Emak-emak. Apalagi kalo bukan Poligami. Tak lupa di status FB link itu disertakan pula foto-foto keluarga yang dimaksud.
Kisahnya duka penuh emosi, melihat wanita dan anak ditelantarkan. Aku baca di kolom komentar caci maki mengarah opini, padahal menurutku itu belum seberapa, ada kisah yang lebih perih dari sekedar Layangan Putus.
Namun kali ini kita tidak akan membahas wacana pelakor #layanganputus tersebut. Kita akan bercerita dari kisah yang lain.
Lebih Dari Sekedar Layangan Putus - Kisah Seorang Anak Bernama Riyan
Entah mau diberi judul apa, mungkin pasnya "#MengaitkanTaliLayanganYangPutusLaluMenerbangkannya". Kepanjangan ya?
Pokoknya begini ceritanya.
Ini kisah wacana seorang anak berjulukan Riyan.
Bukan dari keluarga kaya ibarat kisah sebelumnya. Mereka tinggal dari satu lapak ke lapak pemulung lainnya.
Tapi ada kesamaan cerita, ayah Riyan menikah lagi dengan wanita lain meninggalkan istri dan anak-anaknya. Bukan hanya 12 hari menghilang, tapi sejak pergi hingga kisah ini saya tulis, batang hidung si bapak belum juga riyan temukan.
Singkat cerita, alasannya kebutuhan yang semakin besar untuk menghidupi Riyan dan adiknya, ibu riyan terpaksa menitipkan anak-anaknya ke orang tuanya di cirebon. Lalu ibu Riyan merantau lebih jauh ke Arab Saudi, demi melepas belenggu kemiskinan yang menjerat mereka selama ini.
Keterbatasan pengetahuan ibu Riyan membuatnya tak sanggup berkomunikasi dengan anak-anaknya, bahkan untuk kirim uang saja tak tau caranya. Akhirnya hidup Riyan yang masih berumur 11 thn dan adiknya yg masih kecil terkatung-katung di kampung.
Kondisi yang sulit menciptakan Riyan cukup umur sebelum waktunya. Ia mengamen dari angkot ke angkot setiap hari semoga sanggup punya uang. Terbesit di fikiranya Ia ingin bertemu bapaknya yang sudah sekian lama meninggalkannya.
Riyan pun mulai menabung, untuk perbekalannya mencari sang bapak. Receh demi receh ia kumpulkan berhari-hari, hingga terkumpul uang Rp120.000. Tanpa pamit ke kakek neneknya Riyan bertekad ke Jakarta mencari bapaknya semoga kembali berkumpul dengannya dan keluarganya.
Riyan pun naik kendaraan jurusan Jakarta seorang diri. Hingga sesampainya di Jakarta, Ia cari ke lapak-lapak pemulung kawasan Ia dan bapak ibunya tinggal dulu, tanya satu tetangga ke tetangga yg lain semuanya tak tau keberadaan bapaknya.
Hanya berselang beberapa hari di Jakarta, uang yang dikumpulkanya pun habis untuk makan. Pakaianya kotor dan kumuh, berhari-hari tak mandi. Ia pun jadi anak jalanan, tinggal di pemukiman lapak pemulung, tidur di pelataran rumah warga, sering berhari-hari tak makan.
Seorang sahabat yang tinggal di lapak mengajak riyan mencari botol plastik (Mulung), keliling komplek perumahan dan jalan-jalan. Setelah terkumpul ia jual ke pengepul, laris 5rb hingga 20rb. Ia bersyukur uang yang di dapatnya sanggup dipakai untuk membeli makan. Dan acara itu Ia jalani setiap hari hanya semoga sanggup makan dan bertahan hidup.
Beberapa bulan Ia tinggal di jalanan membuatnya telihat sangat kumuh dan kotor. Warga sekitar lapak menjulukinya, "Si Buluk". Kepalanya penuh dengan pitak, badannya bau, kusut alasannya setiap hari di jalanan.
Tak jarang Ia betul-betul tak makan 24 jam penuh ketika Ia tak mendapat botol plastik, namun Allah maha memberi rezeki kepada makhlukNya, ada saja warga yang kasihan dan memberi makan untuknya, meski tak sering tapi Ia bersyukur masih sanggup makan.
Berbulan-bulan di jalanan dan lapak, Ia karenanya bertemu dengan sebuah Yayasan yang memang berkonsentrasi pada bawah umur yang kurang beruntung ibarat Riyan, dan kebetulan saya beraktivitas di Yayasan tersebut, namanya Yayasan MAI yang beralamat di Jl. Lebak Bulus V, No. 34 Cilandak Barat Jakarta Selatan.
Riyan di antar oleh temannya sesama anak lapak yang kebetulan sekolah Kejar Paket PKBM di Yayasan MAI. Mendengar kisah Riyan, Akhirnya para pengurus Yayasan setuju menampung Riyan tinggal dan dibina di Asarama.
Sepekan tinggal di Asrama, Riyan merasa tak betah, alasannya banyak peraturan yang harus Ia jalani, maklum saja Ia terbiasa bebas di jalanan.
Aku berusaha mendekati Riyan, dan ngobrol empat mata.
"Riyan, di luar sana kau nggak ada siapa-siapa? Di sini kau dibina, ada buat makan setiap hari, tanpa perlu kau harus mengais sampah jalanan... "
Riyan tetap membisu dan memutuskan tetap ingin keluar.
"Yan, kau bertahan dulu deh sebulan ke depan, kau akan terbiasa. Apalagi nanti biasanya akan ada orang renta Asuh, yang bersedia membiayai kebutuhan kamu, kebutuhan makan, pakaian hingga kebutuhan sekolah sampe sekolah tinggi tinggi..."
Mendengar itu, Ia respon.
"Beneran kak nanti ada yang biayain Riyan?"
Tanya Riyan.
"Memangnya kau makan selama ini darimana? Donatur Yan. Ada yang biayain kau dan temen-temen disini untuk makan. Nantinya juga ada yang ingin kenal kau lebih bersahabat dan mau biayain kebutuhan kau hingga sekolah tinggi tinggi..." jelasku.
Riyan pun mau untuk meneruskan tinggal, Ia berguru mengaji dan mulai menghafal surat-surat pendek.
Sekitar sebulan lebih Ia tinggal di Asrama, Riyan yang terkesan brutal suka ngotot bila bicara khas anak jalanan, semakin kesini Ia menandakan perubahan yang signifikan. Bahkan waktu saya makan semeja dengannya dan beberapa anak lainnya, saya pernah mendengar perihal cita-citanya di masa depan.
Riyan ngobrol santai dengan Meteor anak yatim yang tinggal sekamar dengannya.
"Meteor, kalo gede nanti saya mau jadi Bandar Duit (Maksudnya orang sukses)... Kalo nanti udah kaya, mau gantian jadi donatur di sini, biar bawah umur yang kayak saya sanggup makan kayak saya sekarang" Celoteh Riyan sambil makan.
Riyan kini tangah menempuh pendidikan Kejar Paket PKBM, Madrasah Diniyah Awaliyah dan mengikuti acara Tahfizh di Asrama Yatim dan Dhuafa MAI. Meski tak kunjung bertemu bapaknya Ia masih berharap sanggup berjumpa dengannya di Akhirat.
Pernah ketika ngobrol santai denganku, Ia pun nyeletuk, "Kak, saya mau jadi orang bener. Biar sanggup bawa Ibu bapak ke Surga... " Agak kaget mendengar Kalimat itu keluar dari anak yang lama hidup di jalanan. Harapannya yang sempat putus mulai terikat kuat. Ibarat Layangan, Riyan sedang dalam proses menerbangkan dirinya meraih cita-citanya.
Hampir 2 bulan Riyan tinggal di Asrama, Ia tak hanya betah, Ia sudah menganggap keluarga semua yang tinggal di Asrama.
Suatu hari Aku mengajak Riyan ke lapak pemulung, untuk membagi nasi kotak dari donatur untuk di distrubusikan ke orang-orang yang membutuhkan. Ia ternyata cukup dikenal oleh warga disana, "Eh Buluk. Lu tinggal dimana sekarang? Bla.. Bla... Bla... "
Sampai ada satu orang yang mengabarkan kabar baik ke Riyan, "Buluk, Ibu lu kemarin udah balik tuh ke Cirebon. Lu nggak tau ya?"
Dari keterangan itu, Aku dan Riyan mencari informasi, dan alhamdulillah sanggup berkomunikasi via FB Messenger.
Ibu Riyan yang lama tak ada kabar di luar negeri sudah pulang ke Indonesia. Namun kepulangannya tak juga sanggup menutup kebutuhan keluarganya. Ibunya pun merantau lagi ke Depok, bekerja sebagai IRT.
Saat Ibu Riyan mendengarkan usaha Riyan mencari bapak hingga hingga di Asrama, beliau hanya menangis tak menyangka anaknya sanggup senekat itu, namun bersyukur Riyan terdampar di Asrama.
Ibu Riyan menitipkan pesan ke Riyan semoga terus tinggal di Asrama, supaya terus dibina dan menjadi orang yang mempunyai kegunaan dikemudian hari.
***
Penutup :
Banyak anak yang senasib dengan Riyan. Caci maki dan sumpah serapah terhadap orang yang menelantarkan keluarga tak banyak menuntaskan masalah, tapi uluran tangan kita akan meringankan beban mereka.
Jangan biarkan Layangan Putus jatuh ke selokan atau menyangkut di pohon hingga lama dan hancur. Kita sanggup memungutnya, mengaitkan kembali dan menerbangkannya lebih tinggi.
Jakarta, 03 November 2019.
Akbar Ismail Sumber https://bolalova.blogspot.com/