Kajian Teoritis Mengenai Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mempengaruhi Kinerja Guru


BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMPENGARUHI KINERJA GURU
   
          
KAJIAN TEORITIS TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMPENGARUHI KINERJA GURU  Kajian Teoritis Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mempengaruhi Kinerja Guru
 

A.    Pengertian Kepala Sekolah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana dikutip oleh Wahjosumidjo, kepala sekolah berasal dari dua kata yakni �Kepala� dan �Sekolah� kata kepala sanggup diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau suatu lembaga�[1]. Sedang sekolah merupakan �sebuah forum di mana menjadi wilayah menemukan dan memberi pelajaran. Makara secara lazim kepala sekolah sanggup diartikan pemimpin sekolah atau suatu forum di mana wilayah menemukan dan memberi pelajaran�[2].
Wahjosumidjo mengartikan bahwa: �Kepala sekolah merupakan seorang tenaga fungsional guru yang diberi kiprah untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses berguru mengajar, atau wilayah di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menemukan pelajaran�[3]. Sementara Kusnandar mengungkapkan bahwa �Kepala sekolah merupakan seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah�[4].
Sementara Sri Damayanti mengutip pernyataan Rahman dkk mengungkapkan bahwa �Kepala sekolah merupakan seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah�[5]
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa :
Kepala sekolah/Madrasah merupakan guru yang diberi kiprah aksesori untuk memimpin Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA), Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), SD Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), SMP Luar Biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK), atau Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) yang bukan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).[6]

Berdasarkan beberapa pemahaman di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa kepala sekolah merupakan sorang guru yang memiliki kesanggupan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga sanggup didayagunakan secara optimal untuk meraih tujuan bersama.         
B.    Syarat-syarat Kepemimpinan  Kepala Sekolah

1.     Pengertian Kepemimpinan

Pemimpin memiliki peranan yang mayoritas dalam suatu organisasi. Peranan yang mayoritas tersebut sanggup menghipnotis moral kepuasan kerja keamanan, mutu kehidupan kerja dan utamanya tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dibilang Hani Handoko �bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam menolong golongan organisasi, atau penduduk untuk meraih tujuan mereka�[7].
Bagaimanapun juga kesanggupan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan merupakan aspek penting efektifitas manajer. Bila organisasi sanggup mengidentifikasikan mutu yang bermitra dengan kepemimpinan kesanggupan mengidentifikasikan sikap dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut �leadership berarti being leader power of leading � atau the qualities of leader�[8].
 Secara bahasa, makna kepemimpinan itu merupakan kekuatan atau mutu seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk meraih tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadershiptelah didefinisikan oleh banyak para jago antaranya merupakan Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial sanggup didefinisikan selaku suatu proses mengarahkan pemberian imbas pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang salain bermitra dengan tugasnya.
 Kepemimpinan merupakan belahan penting manjemen, tapi tidak sama dengan manajemen. �Kepemimpinan merupakan kesanggupan yang dipunyai seseorang untuk menghipnotis orang lain biar melakukan pekerjaan meraih tujuan dan sasaran. Manajemen meliputi kepemimpinan tapi juga meliputi fungsi-fungsi yang lain seumpama perencanaan, penorganisasian, pengawasan dan evaluasi�[9]. �Kepemimpinan atau leadership dalam pemahaman lazim menampilkan suatu proses aktivitas dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laris terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya�[10]. Disinilah peranan kepemimpinan kokoh besar dalam pembentukan sikap bawahan. menurut Handoko �kepemimpinan merupakan kesanggupan seseorang untuk menghipnotis orang lain biar meraih tujuan dan sasaran�[11].
Kualitas kepemimpinan  yang penting sanggup diklasifikasikan menjadi katagori pokok yang saling bermitra dan interdependen, menurut Burhanuddin, merupakan selaku berikut:
a.      Personality merupakan �totalitas karakteristik-karakteristik individu�, lewat sifat-sifat keperibadian tersebut, seseorang sanggup memperoleh ratifikasi dari orang lain dan sekaligus menjadi penentu bagi kepemimpinannya. Hasil studi juga sudah menunjukan bahwa para kepala sekolah yang sungguh efektif dalam memelihara kekerabatan daik dalam organisasi kebanyakan merupakan mereka yang punya sikap dekat (ramah), responsive, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, menerima, dan bebas dari rasa takut atau kebimbangan.
b.     Purpose, apabila kepala sekolah sendiri tidak begitu mengerti tujuan pendidikan secara jelas, maka kepemimpinannya akan lemah dan sarat keraguan. Sebagai pemimpin kelompoknya ia mesti sanggup memikirkan, merumuskan tujuan oganisasinya (sekolah) secara teliti serta menginformasikannya terhadap para anggota biar mereka sanggup menyadarinya dalam proses kerjasama untuk meraih tujuan itu. Disamping itu hendaknya memiliki kesanggupan dalam menampilkan dorongan terhadap anggota golongan untuk melaksakan tugas-tugas yang sudah digariskan sesuai dengan planning demi tercapaianya tujuan organisasi.
c.      Knowledge, suatu golongan akan meletakkan keyakinan pada sang pemimpin apabila mereka menyadari bahwa otoritas kepemimpinannya diperlengkap dengan skop pengetahuan yang laus dan bisa menampilkan keputusan-keputusan yang mantap.
d.     Profesional skill, kepala sekolah mesti memiliki ketrampilan-ktrampilan professional yang efektif dalam fungsi tata kelola pendidikan[12].

            Menjadi seorang pemimpin yang ideal yakni seorang pemimpin yang sanggup bertindak secara tegas, cepat mengambil keputusan di saat mendesak, dapat menjadi seorang yang bijaksana terhadap bawahan.
Schermerhorn, menyebutkan tiga bentuk kepemimpinan  yang sungguh ekstrim; Pertama: bentuk otoriter, seorang pemimpin yang adikara akan menerjemahkan disiplin kerja yang tinggi yang ditujukan oleh para bawahan kepadanya, padahal sesungguhnya disiplin kerja itu didasarkan terhadap cemas bukan kesetiaan. Kedua : bentuk demokrasi, seorang pemimpin yang demokrasi dalam kehidupan organisasi Prilakunya mendorong para bawahan menumbuhkan dan berbagi daya inovasi dan kreatifitasnya. Dengan betul-betul ia menyimak pendapat, usulan dan kritik orang lain, utamanya para bawahannya. Pemimpin yang demokratis senantiasa berupaya menstimulasi anggota-anggotanya biar melakukan pekerjaan secara kooperatif untuk meraih tujuan bersama. Dalam langkah-langkah dan usaha-usahanya, ia senantiasa berpangkal pada kepentingan dan keperluan kelompoknya, dan memikirkan kesanggupan serta kesanggupan kelompoknya. Bentuk demokratis merupakan bentuk kepemimpinan  yang paling ideal, dan dianggap paling baik utamanya untuk kepemimpinan  dalam pendidikan. Ketiga: bentuk Laissez faire, Prilaku seorang pemimpin Laissez faire cendrung mengarah terhadap tindak tanduk yang memperlakukan bawahan selaku rekan sekerja, cuma saja kehadirannya selaku pemimpin diinginkan selaku akhir dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Tingkat kesuksesan organisasi atau forum yang dipimpin dengan bentuk Laissez faire semata-mata disebabkan kesadaran dan pengabdian beberapa anggota kelompoknya. Di dalam bentuk kepemimpinan  ini, biasanya struktur organisasinya tidak terang dan kabur. Segala aktivitas ditangani tanpa planning terarah dan tanpa pengawasan dari pemimpin.[13]

            Untuk sanggup membimbing maupun menggerakkan para guru, kepemimpinan  kepala sekolah mesti memiliki keunggulan dibandingkan dengan orang yang dipimpinnya. Serta mesti ada penerimaan secara sukarela dari pengikutnya.
Wahjo Sumidjo mengetengahkan dua syarat-syarat kepemimpinan kepala sekolah, yaitu: �(1) Kepala sekolah atau pemimpin semestinya memiliki kesanggupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang dipimpinnya, utamanya dalam melaksanakan kepemimpinan  dibidang kependidikan. (2) Kepala sekolah mesti memiliki kesiapan dan training yang mantap�.[14]  
Berdasarkan usulan tersebut di atas, maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat menjadi seorang pemimpin dalam suatu forum pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi kepala sekolah untuk dipenuhi biar nantinya ia bisa melakukan segala kiprah dan kewajibannya selaku pemimpin pendidikan.      
2.     Syarat-Syarat Kepemimpinan
Sebagai pemimpin dalam suatu forum pendidikan, sudah barang pasti seorang kepala sekolah mesti menyanggupi segala persyaratan yang sudah ditetapkan pemerintah. �Syarat-syarat kepemimpinan pendidikan secara formal sesungguhnya terdapat dalam pasal 28 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang menyatakan bahwa seseorang sanggup diangkap menjadi tenaga pengajar apabila ia beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi selaku tenaga pengajar�[15].
Syarat-syarat teknis yang lain yang diperlukan dari seorang pemimpin pendidikan (kepala sekolah) antara lain adalah:

a.      Memiliki kecerdasan dan intelegensi yang cukup baik.
b.     Memiliki harga diri, percaya diri dan keterlibatan dengan dunia pendidikan.
c.      Cakap bergaul dan ramah tamah.
d.     Kreatif, sarat inisiatif dan memiliki keinginan untuk maju dan meningkat atas jerih payah sendiri.
e.      Memiliki keahlian dan keahlian dibidangnya tergolong keahlian mengkomunikasikannya terhadap anak didik.
f.      Suka menolong, memberi isyarat akan tapi sanggup pula menghukum secara tegas dan bijaksana.
g.     Memiliki keseimbangan emosional dan kesetiaan yang tinggi.
h.     Berani mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
i.       Memiliki kesanggupan mengorganisasikan dengan imbas dan berwibawa tinggi.
j.       Jujur, rendah hati, sederhana, sanggup dipercaya, disiplin, bijaksana dan senantiasa berlaku adil.
k.     Berpengetahuan dan berpandangan luas serta memiliki jasmani dan rohani yang sehat.[16]

Berdasarkan usulan tersebut di atas, maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat menjadi seorang pemimpin dalam suatu forum pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi kepala sekolah untuk dipenuhi biar nantinya ia bisa melakukan segala kiprah dan kewajibannya selaku pemimpin pendidikan.
C.    Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah   

1.     Tugas Kepala Sekolah

Sebuah sekolah merupakan organisasi yang kompleks dan unik sehingga membutuhkan tingkat kerjasama yang tinggi. Kepala sekolah yang berhasil yakni tercapainya tujuan sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada didalam lingkungan sekolah.
Sebagai forum pendididikan formal sekolah yang lahir dan meningkat secara efektif dan efesien dari oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberi pelayanan terhadap penduduk dalam mendidik warganegara. Sekolah di kelola secara formal, kronologis yang berfalsafah dan tujuan pendidikan nasional.[17]

            Kepala sekolah mesti mengerti peranan organisasi dan kekerabatan kerjasama secara individu. Tugas selaku kepala sekolah dalam pendidikan tidaklah merupakan hal yang mudah, lantaran selaku kepala sekolah hendaknya cerdik meneliti dan menyeleksi syarat mana sajakah yang diinginkan bagi perkembangan sekolahnya sehingga tujuan pendidikan sekolah itu semaksimal mungkin sanggup dicapai. Kepala sekolah mesti sanggup meneliti dan menyeleksi syrat-syarat mana yang sudah ada dan mencukupi, mana yang belum ada atau kurang  mencukupi yang perlu di usahakan atau dipenuhi, begitu pula problem tanggung jawab kepala sekolah dalam pendidikan, merupakan syarat utama dalam kepemimpinan kepala sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari tanggung jawab sering salah diartikan orang. Banyak yang menyampaikan bertanggung jawab yang bergotong-royong berarti berani memberi jawab atas teguran perbuatannya, biarpun perbuatan itu  salah atau tidak benar.
Purwanto menerangkan bahwa:
Tanggung jawab merupakan pemahaman yang didalamnya mengandung norma-norma etika,sosial dan scientific yang berarti bahwa perbuatan yang dipertanggung jawabkan itu merupakan baik, sanggup diterima atau disetujui orang lain/masyarakat, dan mengandung kebenaran yang bersifat umum. Pengertian tnggung jawab berisi pula di dalamnya keberanian mengambil resiko terhadap tantangan, persoalan atapun rintangan yang mungkin akan membatasi tercapainya pekerjaan yang sudah dianggap/diyakini kebaikan dan kebenarannya. Dengan kata lain: Tanggung jawab merupakan kesanggupan untuk melakukan suatu kiprah kewajiban yang dipikulkan kepadanya dengan sebaik-baiknya.[18]

Seorang pemimpin mesti memiliki rasa tanggung jawab terhadap kepemimpinannya dan pemimpin yang bagus menurut persepsi Islam merupakan yang melaksanakan jadwal kebaikan dan bermental baik, pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Anbiyaa ayat 73 yang berbunyi:
??????????????? ????????? ????????? ??????????? ????????????? ?????????? ?????? ???????????? ????????? ?????????? ????????? ?????????? ????????? ????? ??????????) ????????: ??(
Artinya: Kami sudah menyebabkan mereka itu selaku pemimpin-pemimpin yang memberi isyarat dan perintah Kami dan sudah Kami wahyukan terhadap mereka melakukan kebaikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan cuma terhadap Kamilah mereka senantiasa menyembah. (Qs. Al-Anbiyaa: 73).

Seorang kepala sekolah memiliki peranan pimpinan yang sungguh kokoh di lingkungan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas kepala sekolah selaku pimpinan merupakan menolong para guru berbagi kesanggupan-kesanggupan mereka secara optimal dan bikin suasana hidup sekolah yang mendorong guru-guru, pegawai tata usaha, murid-murid dan orang-orang renta murid untuk mempersatukan kehendak, asumsi dan langkah-langkah dalam aktivitas kerjasama yang efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Seorang kepala sekolah bukanlah seorang yang senantiasa duduk di belakang meja menandatangani surat-surat dan mengorganisir admistrasi belaka.
Bertolak dari kiprah dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pendidikan ada tiga unsur yang saling berkaitan, yakni unsur manusia, unsur sarana, dan unsur  tujuan. Untuk  dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara sebanding pemimpin mesti memiliki pengetahuan atau kecakapan atau keahlian yang diinginkan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keahlian ini sanggup di dapatkan dari pengalaman berguru secara teori maupun pengalamannya di dalam praktek selama jadi pemimpin.[19]

Namun, secara tidak di sadari seorang pemimpin dalam memperlakukan ketiga unsur tersebut dalam rangka melakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri. Cara-cara yang di gunakan merupakan cerminan dari sifat-sifat dasar kepribadian seorang pemimpin meskipun pemahaman ini tidak mutlak.
Tugas dan tanggung jawab  seorang kepala sekolah, M. Nur menyampaikan bahwa: �Dalam rangka meraih tujuan organisasional, kepala madrasah kebanyakan memiliki kiprah dan tanggung jawab melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan- aktivitas yang ditangani di madrasahnya.�[20] 
1.     Perencanaan
Seorang kepala sekolah yang efektif dan profesional memiliki kesanggupan dalam bikin perencanaan dan pembagian kiprah terhadap para bawahannya. Menurut Purwanto �Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap organisasi atau forum dan bagi setiap kegiatan, baik perseorangan maupu kelompok. Tanpa penyusunan rencana atau planning, pelaksanaan suatu aktivitas akan mengalami kesusahan bahkan mungkin juga kegagalan.�[21]


2.     Pengorganisasian
Seorang kepala sekolah  selain memimpin bawahannya juga mesti dapat menjadi organizer yang bagus bagi sekolah yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah mesti bisa melakukan tugasnya sesuai dengan sistemsentralisasi dalam organisasi pendidikan, guru-guru dalam kekuasan dan tanggung jawabnya serta dalam prosedur-prosedur pelaksaan tugasnya sungguh dibatasi oleh peraturan-peraturan.
Untuk menyusun organisasi  sekolah menurut, Purwanto sebagaimana dikutip Sobri dkk, menyebutkan beberapa prinsip yang perlu diamati selaku berikut :
Pertama, memiliki kiprah yang jelas. Kedua,  para anggota menemukan dan mengerti tujuan tersebut. Ketiga, adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang dalam organisasi itu. Keempat, adanya pembagian kiprah pekerjaan yang cocok dengan kemampuan, atau talenta masing-masing. Kelima, teladan organisasi hendaknya relatif permanen. adanya jaminan keselamatan dalam bekerja. Keenam, Garis-garis kekuasaan atau tanggung jawab serta hirarki tata kerjanya terang tergambar dalam struktur atau materi organisasi.[22]

3.     Penggerakan
Seorang pemimpin yang efektif kepala sekolah mesti dapat menjadi motivator yang bagus bagi bawahan nya utamanya guru, kepala sekolah mesti memotivasi dan mengarahkan guru-guru yang ada disekolah yang dipimpinnya untuk berbagi kompetensi dan profesionalitasnya.�Penggerakan merupakan acara untuk menampilkan dorongan, pengarahan, dan imbas terhadap semua golongan biar mau melakukan pekerjaan secara sadar dan sukarela dalam rangka meraih suatu tujuan yang ditetapkan sesuai dengan suatu perencaan dan teladan organisasi.�[23]
4.     Pengawasan
Kepala sekolah disamping bertindak selaku pemimpin juga mesti bisa bertindak selaku pengawas, selaku pengawas kepala sekolah bertugas memantau dan memotivasi serta membangkitkan semangat kerja guru-guru dan pegawai sekolah didalam melakukan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. 
Pengawasan dan pemecahan problem hasil pemantauan berhadapan dengan planning yang rinci baik formal maupun imformal, dengan maksud bentuk laporan, pertemuan, dan lainnya; mengindentifasi penyimpangan atau yang biasanya disebut selaku masalah, serta planning dan pengorganisasian memecahkan masalah.[24]

            Dalam mempekerjakan penduduk dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan yang mesti meletakkan perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang renta dan penduduk tentang sekolah. Cara kerja kepala sekolah dan cara ia menatap peranannya dipengaruhi oleh kepribadiannya, antisipasi dan pengalaman profesionalnya, serta ketetapan yang dibentuk oleh sekolah mengenai peranan kepala sekolah di bidang pengajaran. Pelayanan pendidikan dalam dinas bagi direktur sekolah sanggup memperjelas harapan-harapan atas peranan kepala sekolah.          

2.     Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan personel sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah. Ia memiliki wewenang dan tanggung jawab sarat untuk menyelenggarakan seluruh aktivitas pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar Pancasila dan berniat untuk;
a.      Meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b.     Meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
c.      Mempertinggi kebijaksanaan pekerti
d.     Memperkuat kepribadian
e.      Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.[25]

Kepala sekolah tidak cuma bertanggung jawab atas kelangsungan jalannya sekolah secara teknis akademis saja, akan tapi segala kegiatan, kondisi lingkungan sekolah dengan kondisi dan situasinya serta kekerabatan dengan penduduk sekitarnya merupakan tanggung jawabnya pula. Inisiatif dan inovatif yang mengarah pada perkembangan dan perkembangan sekolah merupakan kiprah dan tanggung jawab kepala sekolah. Namun demikian, dalam jerih payah mengembangkan sekolah dan menangani kesusahan yang dialami sekolah baik yang berupa atau bersifat material seumpama perbaikan gedung, penambahan ruang, penambahan perlengkapan, dan sebagainya maupun yang bersangkutan dengan pendidikan anak-anak, kepala sekolah tidak sanggup melakukan pekerjaan sendiri. Kepala sekolah mesti melakukan pekerjaan sama dengan para guru yang dipimpinnya, dengan orang renta murid atau BP3 serta pihak pemerintah setempat.

D.    Kepala Sekolah dan Hubungannya dengan Guru
Setiap orang yang di angkat jadi pemimpin didasarkan atas kelebihan-kelebihan yang di milikinya dibandingkan dengan orang-orang yang di pimpin. Masing-masing orang memiliki kelebihannya tersendiri, dalam kondisi tertentu dan pada  waktu tertentu kelebihan-kelebihan itu sanggup di pergunakan untuk bertindak selaku pemimpin. Menurut Hikmat, �proses pelaksaan kiprah dan kewajiban pemimpin disebut kepemimpinan.�[26]
kepemimpinan merupakan sekumpulan dari serangkaian kesanggupan dan sifat-sifat kepribadian, tergolong di dalamnya kewibawaan, untuk di jadikan selaku fasilitas dalam rangka menyakinkan yang dipimpinnya biar mereka mau dan sanggup melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya dengan rela, sarat semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.[27]
 
Untuk menjadi seorang pemimpin diinginkan syarat-syarat tertentu, syarat-syarat serta sifat-sifat yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin berbeda-beda menurut golongan dan fungsi jabatan yang di pegangnya. Untuk menjadi pemimpin perusahaan tidak mungkin sama syarat-syarat dan sifat yang di perlukan dengan pemimpin dalam ketentaraan, demikian juga syarat-syarat yang di perlukan bagi pemimpin industri tidak mungkin sama dengan yang di perlukan bagi seorang pemimpin suatu forum pendidikan. Banyak jago yang merumuskan syarat-syarat dan sifat-sifat kepemimpinan menurut bidangnya masing-masing. Ada yang merumuskan secara garis besar dan pokok-pokoknya saja, tapi ada juga yang terperinci.
Dr. Abdurrachman menyimpulkan  macam-macam sifat kepemimpinan menjadi lima sifat pokok yang disebutnya panca sifat yaitu, �Adil, suka melindungi, sarat inisiatif, sarat daya tarik, dan sarat keyakinan pada diri sendiri.[28]
            Suatu konsep yang lebih menawan lagi merupakan sifaf-sifat yang diinginkan dimiliki oleh setiap pemimpin yang bagus , yang dikemukaan oleh Suprapto pada permulaan memangku jabatannya selaku gubernur DKI Jakarta. Ia mendasarkan uraiannya terhadap asas kepemimpinan yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara, yakni : ing ngarso sung tulodo, ing madyo  mangun karso,  tut wuri handayani. Dari asas tersebut diturunkan 17 sifat kepemimpinan yang seluruhnya dimulai dari huruf  � T � yaitu, �Takwa, taat, temen (jujur), tekun, tanggap, teginas (lincah) terampil, tegas, tangguh, tangon (iman), terbuka, toleran, teliti, tertib, tepo selero, tanpa pamrih, dan  tanggung jawab.�[29]                                                                
Dalam setiap organisasi baik itu organisasi pendidikan atau pun organisasi lainya membutuhkan seorang pemimpin yang menjadi atasan sekaligus mengatur, dan mengarahkan setiap bawahannya. Tipe kepemimpinan akan identik dengan gaya kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan yang secara luas dipahami dan di akui keberadaannya adalah:
1.        Tipe Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang selaku karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik yakni pemimpin yang bikin keputusan sendiri, lantaran kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang, ia memikul tanggung jawab dan wewenang penuh. Tipe otokratik menurut pada pendirian bahwa segala aktifitas dalam organisasi akan sanggup berlangsung tanpa gangguan dan berhasil meraih tujuan yang sudah diputuskan apabila seluruhnya itu semata-mata diputuskan atau di pastikan oleh pemimpin. Ciri-ciri pemimpin yang bergaya otokratik adalah:
Pertama, menyebabkan organisasi selaku milik pribadi. Kedua, menentukan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Ketiga, menatap bawahan selaku alat yang tidak berdaya. Keempat,tidak mau menemukan kritik, saran, dan pendapat. Kelima, bergantung pada kekuasaan formal yang di milikinya. Keenam, memimpin dengan cara paksa.[30]

2.         Tipe Paternalistik
            Pemimpin yang memiliki tipe paternalistik banyak terdapat di lingkungan  masyarakat yang masih bersifat tradisional, biasanya dimasyarakat agraris yakni tipe kepemimpinan seperti ini banyak terdapat di pedesaan. Orientasi kepemimpinan dengan gaya paternalistik ditujukan pada dua hal, yakni solusi kiprah dan terpeliharanya kekerabatan baik dengan para bawahannya sebagaimana seorang bapak akan selalalu berupaya memelihara kekerabatan yang harmonis dengan anak-anaknnya. Seorang pemimpin seumpama ini dalam hal tertentu amat diperlukan, akan tapi selaku pemimpin kebanyakan kurang baik. Gaya paternalistik merupakan :
Pertama, menyepelekan kesanggupan anak buah. Kedua, over protective,terlalu memanjakan anak buah dan terlalu melindungi. Ketiga, tertutup bagi pengembangan kadernisasi. Keempat, kreativitas anak buah tertutup oleh sikap god father-nya. Kelima, maha tahu; jadi anak buah belum banyak tahu. Keenam, close management bagi anak buahnya. Ketujuh, all handle untuk seluruh planning kerja.[31]

3.     Tipe Kharismatik
            Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khususnya yakni daya tariknya yang sungguh mengikat sehingga bisa memperoleh pengikut yang sungguh besar dan pengikutnnya tidak senantiasa sanggup menerangkan secara realistis mengapa orang  tertentu itu di kagumi. Ciri-ciri pemimpin yang kharismatik adalah:
Pertama, memiliki daya penarik yang sungguh besar, lantaran itu biasanya memiliki penngikut yang besar jumlahnya. Kedua, pengikutnya tidak sanggup menjelaskan, mengapa mereka kesengsem mengikuti dan menaati pemimpin itu. Ketiga, ia seperti memiliki kekuatan mistik (supernatural power). Keempat, Kharisma yang di milikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan sipemimpin.[32]  

4.          Tipe laissez faire
            Tipe laissez faire menampilkan kekuasaan atau percaya sepenuhnya terhadap bawahannya, ini merupakan kebalikan dari pemimpin yang otokratik. Jika pemimpin otokratik senantiasa mendomisasi organisasi dan berkuasa sarat terhadap bawahannya tanpa menampilkan kesempatan, maka pemimpin laissez faire memberi kekuasaan sepenuhnya terhadap anggota atau bawahannya. Disini seorang pemimpin memiliki kenyakinan bahwa dengan menampilkan keleluasaan yang seluas-luasnya terhadap bawahan maka semua bisnisnya akan cepat berhasil. �Pemimpin seperti ini sanggup disebabkan oleh bermacam hal diantaranya: pemimpin tersebut tidak mampu, tidak tahu cara lain karna salah mengartikan demokrasi, atau lantaran tidak ada kemauan, malas dan masa bodoh.�[33]
5.        Tipe Militeristik
            Pemimpin tipe militeris dalam menertibkan bawahannya terkandang  seringkali menggunakan sikap yang kurang masuk akal dan kurang efektif, lantaran pemimpin seperti ini lebih mengedepankan perintah terhadap bawahannya dengan tingkat  kedisiplinan yang berlebihan, serta kurang bersosialisasi dengan para bawahannya. Pemimpin yang seumpama ini kurang cocok di guna dan di terapkan dalam dunia pendidikan. Lain halnya dengan pemimpin kemiliteran dan kepolisian ini merupakan hal yang masuk akal dan lazim digunakan.
Pemimpin yang bertipe militeris merupakan seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat selaku berikut; (a) Dalam menggerakkan bawahan lebih sering mempergunakan metode perintah; (b) Dalam menggerakkan bawahan bahagia bergantung terhadap pangkat dan jabatannya; (c) Senang terhadap formalitas yang berlebih-lebihan; (d) Menuntut  disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; (e) Sukar menemukan kritikan dari bawahannya; (f) Menggemari upacara-upacara untuk banyak sekali keadaan.[34]

6.        Tipe Demokratik
Seorang pemimpin yang demokratik menyadari bahwa organisasi mesti disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara terang aneka kiprah dan aktivitas yang mesti di laksanakan demi tercapainnya tujuan organisasi, seorang pemimpin yang demokratik menyaksikan bahwa dalam perbedaan selaku kenyataan hidup, mesti terjalin kebersamaan.
        Untuk sanggup berbagi gaya kepemimpinan situasional seseorang perlu memiliki tiga kesanggupan khusus yaitu: (a) Kemampuan  analisis, yakni kesanggupan untuk menganggap tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas; (b) Kemampuan untuk fleksibel, yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling sempurna menurut analisa terhadap situasi; (c) Kemampuan berkomunikasi,  yakni kemampan untuk menerangkan terhadap bawahan tentang pergantian gaya kepemimpinan yang anda terapkan.[35]

Kunci kesuksesan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah. Keberhasilan sekolah merupakan kesuksesan kepala sekolah, dan kepala sekolah tidak akan mengalami kesuksesan yang  tinggi tanpa bantuan dari pada guru-guru, yang dapat menampilkan mutu yang terbaik dalam pendidikan merupakan guru yang memiliki etos kerja yang tinggi di dalam bekerja. Kepala sekolah sudah selayaknyalah memperhatikan metode yang bagus dalam upaya meningkatkan motivasi mengajar guru. Seorang kepala sekolah mesti bisa dan juga berupaya semaksimal mungkin dalam meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar karena, profesionalisme guru dalam mengajar merupakan modal utama bagi tercapainya prestasi berguru siswa, hal ini sungguh kokoh bagi tercapainya tujuan pendidikan yang di harapkan. Oleh alasannya merupakan itu kepemimpinan kepala sekolah yang mempunyai arti vital dalam proses pendidikan mesti bisa mengolah dan mempergunakan segala sumber daya insan yang ada, sehingga tercapai efektifitas sekolah yang melahirkan pergantian terhadap kenaikan etos kerja guru. Sebagai seorang kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan yang bagus berupaya meningkatkan mutu guru yang profesional yakni senantiasa menampilkan peluang terhadap guru untuk berbagi potensi kreativitas dan karir mengajarnya sehingga tujuan pendidikan sanggup tercapai. Dengan tercapainnya tujuan pendidikan tersebut, secara tidak eksklusif kokoh terhadap kenaikan profesionalisme guru dalam melakukan tugas.
E.    Kinerja Guru
Istilah kinerja guru berasal dari kata job performance/actual permance (prestasi kerja). Makara menurut bahasa kinerja diartikan selaku �prestasi yang nampak selaku bentuk kesuksesan kerja pada diri seseorang. Keberhasilan kinerja juga diputuskan dengan pekerjaan serta kesanggupan seseorang pada bidang tersebut. Keberhasilan kerja juga berhubungan dengan kepuasan kerja seseorang�[36].
Dalam kamus bahasa Indonesia, �kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi diperlihatkan, kesanggupan kerja�[37]. Kinerja merupakan �kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang bagus untuk menciptakan hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan suatu organisasi atau golongan dalam suatu unit kerja. Jadi, kinerja merupakan hasil kerja di mana para guru meraih persyaratan-persyaratan pekerjaan�[38].
Sedangkan Fatah menyatakan bahwa:
Kinerja diartikan selaku sebutan perkembangan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menciptakan sesuatu pekerjaan. Dari beberapa klarifikasi tentang pemahaman kinerja di atas sanggup penulis simpulkan bahwa kinerja guru merupakan kesanggupan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan kiprah atau pekerjaannya. Kinerja dibilang baik dan bikin puas apabila tujuan yang diraih sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan[39].
Kinerja guru  pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang ditangani oleh guru dalam melaksanakan tugasnya selaku pendidik. Kualitas kinerja guru akan sungguh menyeleksi pada mutu hasil pendidikan, lantaran guru merupakan pihak yang paling banyak bersinggungan eksklusif dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di forum pendidikan sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses berguru mengajar merupakan kesanggupan guru dalam melaksanakan tugasnya selaku pengajar yang memiliki keahlian mendidik anak didik dalam rangka training peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan.
Illyas beropini bahwa tenaga profesional adalah:
Sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga penilaian kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi belahan paling penting dalam upaya tata kelola untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif[40].

Kinerja mencerminkan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berhubungan yakni keterampilan, upaya sifat kondisi dan kondisi eksternal. �Tingkat keahlian merupakan materi mentah yang dibawa seseorang ke wilayah kerja seumpama pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Sedangkan kondisi eksternal merupakan tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja�[41].
Guru merupakan komponen paling menyeleksi dalam metode pendidikan secara keseluruhan, yang mesti mendapat perhatian sentral, pertama dan utama, figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis di saat mengatakan problem pendidikan, lantaran guru senantiasa terkait dengan komponen manapun dalam system pendidikan, guru memegang kiprah utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah, guru juga sungguh menyeleksi kesuksesan peserta didik, utamanya dalam kaitannya dengan proses berguru mengajar.
Guru merupakan komponen yang paling kokoh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh lantaran itu upaya perbaikan apapun yang ditangani untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak akan menampilkan sumbangan yang signifikan tanpa di dukung oleh guru yang profesional dan berkualitas. Sebagai pengajar atau pendidik guru merupakan salah satu aspek penentu kesuksesan setiap upaya pendidikan. Kinerja guru dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran, merupakan aspek utama dalam pencapaian tujuan pengajaran, keahlian peguasaan proses pembelajaran ini sungguh erat kaitannya dengan kiprah dan tanggung jawab guru selaku pengajar dan pendidik.secara sempit sanggup di interprestasikan selaku pembimbing atau berguru fasilator berguru siswa.



               [1]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hal. 83.

               [2] Ibid, hal. 84.

               [3]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 28.

               [4]Kusnandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 45.

               [5]http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses pada 6 Juni 2010.

               [6]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah
               [7]Hani Handoko, Manajemen,edisi kedu, (Jakarta: Gramedia, 1999), hal. 293.

               [8] AS. Hornby, Oxford Edvanced Dictionary of English, (London: Oxford University Press, 1990), hal. 481.

               [9] Ibid., hal.294.
               [10] Ibid., hal. 486.

               [11]Handoko, Manajemen...., hal. 294.

               [12] Burhanuddin, Analisa Administrasi..., hal. 55.
   
    [13] Schermerhorn, Jonh R, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 84.
[14] Wahjo Sumidjo, Kepemimpinan dan Kepemimpinan Pancasila, (Bandung: CV. Armico: 1985), hal. 81.

               [15] Tim Pustaka Merah Putih, Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Guru dan Dosen, (Tangerang: PT. Agromedia Pustaka, 2007), hal. 17.
               [16]Dirjen Dikdasmen, Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta: Depdikbud, 1997), hal. 166-167.
[17]Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada, 1999), hal 47.

[18]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 1993), hal. 73.
[19]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Gramedia, 1987), hal 145.

[20]M. Nur, Manajemen Kepala Madrasah: Antara Das Sein dan Das Sollen, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2010), hal. 19.

[21] M. Ngalim Purwanto, Administrasi ..., hal. 106.
[22]Sobri dkk, Pengelolaan Pendidikan, (Yojyakarta: Multti Pressindo, 2009),hal. 103.
[23]M. Nur, Manajemen�, hal. 21.

[24]Ibid, hal. 22.

               [25]Burhanuddin, Administrasi Pendidikan, (Bandung. Pustaka Setia,2005), hal. 49.

[26]Hikmat, Manajemen Pendidikan, Cet. 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hal. 249.

[27]Purwanto, Administrasi�, hal. 26.
[28]Arifin Abdurrachman, Teori Pembangunan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, (Jakarta: Bharatara, 1971), hal 83.

[29] Ibid.,  hal 54.
[30]Hikmat, manajemen�, hal. 255 .

[31]Ibid, hal. 256 .

[32]Purwanto, Administrasi�, hal. 51.

[33]Sobri, Pengelolaan�, hal. 78.

[34]Ibid, hal. 79.
[35] Ibid, hal . 80.  
               [36]A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Rosda Karya, 2000), hal. 67.
               [37]Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), hal. 368.

               [38]Henry Simamora, Manajemen Sunber Daya Manusia, (Jakarta: STIE YKPN, 1995), hal. 433.
               [39]Fatah N, Landasan Manajemen Pendidikan,  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 33.

               [40]Yusnahar Ilyas, Kinerja Guru, Cet. I, (Depok: FKM UI, 1999), hal. 56.
               [41]Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru, (Jakarta: Bina Rineka Cipta, 1997), hal. 62.