trah juara - Pada zaman kini Burung perkutut di pelihara hanya berdasarkan keindahan suaranya saja. Pendapat ini dikemukakan oleh Ketua Umum P3SI (Persatuan Penggemar Perkutut Seluruh Indonesia). Bagi perkutut mania pemula yang belum pernah memelihara perkutut, semua bunyi perkutut niscaya di anggap sama. Bila sepintas memang demikian. Namun, kalau didengar dengan seksama, setiap perkutut ternyata mempunyai bunyi khas yang berbeda dengan perkutut lainnya.
Bagi pemula,tentu hal ini tidak gampang dilakukan. Karena itu, pelajari dahulu bunyi perkutut yang berkualitas biar bisa membedakan bunyi perkutut yang cantik berdasarkan selera umum. Lalu menyerupai apakah bunyi burung perkutut yang cantik berdasarkan selera umum itu???. Mari kita simak berikut di bawah ini:
Ragam bunyi perkutut sanggup didengar pada bunyi depan, bunyi tengah, dan bunyi belakang. Ragam bunyi juga sanggup diketahui melalui kejelasan jeda antara bunyi depan, tengah, dan belakang; tempo dari bunyi ke bunyi; bening tidaknya suara; serta kestabilan suara.
Mereka yang telinganya sudah terlatih mendengarkan bunyi perkutut akan mengatakan, “Tidak ada perkutut yang bersuara sama. Yang ada hanya kemiripan suara.”
Suara perkutut yang didengar oleh indera pendengaran insan kalau disederhanakan menjadi tulisan, kira-kira terbaca “Hur…ketek…kuk”. Ada juga yang berbunyi “Wao…ketek…kung” atau “Klao/kleo… ketek…kung”.
Suara hur, wao, atau klao/kleo disebut bunyi depan. Suara depan ini sangat bervariasi: ada yang terdengar panjang, sedang, dan pendek.
Suara ketek disebut bunyi tengah. Suara ini juga bervariasi: ada yang satu kali, satu setengah kali, dua kali, dan sebagainya. Perkutut yang bunyi tengahnya satu kali kalau berbunyi kira-kira terdengar
“Hur…ketek…kuk”. Yang satu setengah kali terdengar “Hur… ketepek…kuk”. Yang dua kali terdengar “Hur…ketek-ketek…kuk”.
Suara kuk atau kung disebut bunyi belakang. Suara belakang ini pun juga bervariasi: ada yang pendek, ada yang panjang berdengung, dan sebagainya.
Suara perkutut dikatakan cantik kalau memenuhi kriteria berikut:
by R. Hidayat
Bagi pemula,tentu hal ini tidak gampang dilakukan. Karena itu, pelajari dahulu bunyi perkutut yang berkualitas biar bisa membedakan bunyi perkutut yang cantik berdasarkan selera umum. Lalu menyerupai apakah bunyi burung perkutut yang cantik berdasarkan selera umum itu???. Mari kita simak berikut di bawah ini:
Ragam bunyi perkutut sanggup didengar pada bunyi depan, bunyi tengah, dan bunyi belakang. Ragam bunyi juga sanggup diketahui melalui kejelasan jeda antara bunyi depan, tengah, dan belakang; tempo dari bunyi ke bunyi; bening tidaknya suara; serta kestabilan suara.
Mereka yang telinganya sudah terlatih mendengarkan bunyi perkutut akan mengatakan, “Tidak ada perkutut yang bersuara sama. Yang ada hanya kemiripan suara.”
Suara perkutut yang didengar oleh indera pendengaran insan kalau disederhanakan menjadi tulisan, kira-kira terbaca “Hur…ketek…kuk”. Ada juga yang berbunyi “Wao…ketek…kung” atau “Klao/kleo… ketek…kung”.
Suara hur, wao, atau klao/kleo disebut bunyi depan. Suara depan ini sangat bervariasi: ada yang terdengar panjang, sedang, dan pendek.
Suara ketek disebut bunyi tengah. Suara ini juga bervariasi: ada yang satu kali, satu setengah kali, dua kali, dan sebagainya. Perkutut yang bunyi tengahnya satu kali kalau berbunyi kira-kira terdengar
“Hur…ketek…kuk”. Yang satu setengah kali terdengar “Hur… ketepek…kuk”. Yang dua kali terdengar “Hur…ketek-ketek…kuk”.
Suara kuk atau kung disebut bunyi belakang. Suara belakang ini pun juga bervariasi: ada yang pendek, ada yang panjang berdengung, dan sebagainya.
Suara perkutut dikatakan cantik kalau memenuhi kriteria berikut:
- Memperdengarkan bunyi depan (klao atau kleo) yang panjang.
- Memperdengarkan bunyi tengah tebal dan jelas.
- Memperdengarkan bunyi belakang (kung) panjang berdengung.
- Memiliki jeda yang terang antara bunyi depan, tengah, dan belakang.
- Antara satu bunyi dengan bunyi berikutnya bertempo tetap.
- Suara terdengar bening (kristal), bergema, dan tidak terhambat.
- Memperdengarkan bunyi yang stabil, tidak terpengaruh oleh perubahan suasana lingkungan.
by R. Hidayat