BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak-anak merupakan anugerah dan karunia Allah Swt. kepada pasangan suami isteri yang secara fitrahnya menginginkan dan sentiasa menghendaki karunia ini. Fitrah ini ada di kelompok muslim maupun bukan muslim. Bagaimanapun ibu bapak muslim sungguh dituntut untuk mengenali dan mengerti nilai karunia Allah Swt. ini. Ketidakfahaman dalam problem ini memunculkan ibu bapak tidak sanggup melakukan peranan dan tanggung-jawab mereka, malah mungkin tidak menunaikan hak anak-anaknya.
Dalam berkeluarga mempunyai anak merupakan suatu kebahagian tersendiri bagi ayah dan ibu. Harapan keluarga dan tujuan simpulan dari pernikahan sudah terpenuhi. Berbagai prospek dan prospek sudah dinantikan oleh ayah dan ibu dalam mendampingi, merawat, mendidik sang buah hati. Agar kelak mempunyai kepribadian yang bagus pada waktu besar atau dewasa nanti[1].
Anak dalam perkembangannya memerlukan proses yang panjang, maka kiprah orang bau tanah dalam membentuk sikap yang beraklak mulia peran orang bau tanah sungguh dibutuhkan. Karena mengasuh anak tidak hanya sekedar mengasuh namun ayah dan ibu perlu menampilkan perhatian sempurna terhadap anaknya itu semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga hingga masa remaja orang bau tanah berkewajiban mempersiapkan pertumbuhan jiwa, raga dan sifat anak agar nantinya sanggup menghadapi pergaulan masyarakat. Memberikan fatwa yang sempurna merupakan kiprah paling besar bagi orang tua. Kewajiban ini diberikan dipundaknya oleh agama dan aturan masyarakat. Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah Allah dan etika social.
Orang bau tanah mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan penduduk Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan wilayah pertumbuhan anak yang pertama di mana ia mendapat efek dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yakni tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sungguh membekas, sehingga tak gampang hilang atau berubah sudahnya.
Pentingnya kepedulian orang bau tanah dalam proses pendidikan anak dicantumkan di dalam Al-Qur’an, yang mana Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 74, selaku berikut:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاما) الفرقان: ٧٤(
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah terhadap kami isteri-isteri kami dan keturunan kami selaku penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al-Furqan: 74 )
Selanjutnya, berafiliasi dengan pentingnya kepedulian orangtua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga diterangkan Allah SWT sesuai dengan firman-Nya didalam surah At-Tahrim ayat 6, selaku berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ) التحريم: ٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya yakni insan dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya terhadap mereka dan senantiasa melakukan apa yang diperintahkan.( Qs. At-Tahrim: 6 )
Ali Radhiallahu anhu ketika menerangkan kalimat peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” berkata, didiklah mereka dan ajarlah mereka. Ibnu Abbas berkata, Taatlah terhadap Allah, jauhilah perbuatan maksiat dan perintahkan keluargamu untuk senantiasa dzikir (ingat terhadap Allah), maka Allah akan menyelamatkanmu dari api neraka.
Abdurahman An-Nahlawi dalam bukunya Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat menerangkan bahwa setiap orang Islam berkewajiban untuk mengajar keluarganya baik kerabatnya maupun pembantunya ihwal apa-apa yang diwajibkan oleh Allah dari apa-apa yang dilarang-Nya.[2]
Rasulullah Saw. Juga mengutus orang bau tanah untuk peduli terhadap pendidikan agama anak, hal ini sesuai dengan sabdanya dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Amru Bin Syuaib selaku berikut:
عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا (رواه ابوداود)
Artinya: Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anakmu shalat pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka alasannya meninggalkan sholat kalau sudah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan anak wanita dalam wilayah tidur mereka (HR. Abu Daud). [3]
Realita penduduk kita sanagat mengkhawatirkan. Para orang bau tanah mencicipi bahwa tanggung jawab utama mereka hanyalah menampilkan makan, minum dan busana anak, sedangkan mendidik anak untuk shalat atau beragama mereka anggap hanyalah perhiasan saja, bahkan ada yang menilai itu bukan kiprah mereka, namun kiprah para ustadz dan ulama.
Orang bau tanah mencicipi bahwa tugasnya dalam mendidik dengan mentransfer pengatahuan yang berhubungan dengan keperluan sehari-hari menyerupai mengkalkulasikan ,menbaca dan sebagainya,sementara pendidikan emosional dan spritual yang bermuara pada agama masih diabaikan.
Para orang bau tanah sungguh merisaukan apa yang mau dikonsumsi anaknya kelak kalau ia tidak sempat mewariskan harta yang banyak sebanyak bekal anak sepeninggal mereka; sebaliknya mereka tidak sedikitpun merasa gundah kalau meninggalkan anaknya dalam kondisi tidak cerdik atau tidak pernah shalat, padahal shalat itulah yang mau dipertanggung jawabkan kelak. Jika orang bau tanah meninggal anaknya tanpa bekal yang mau dimakan, si anak akan cerdik mencari makan untuk dirinya dengan banyak sekali macam cara, akan namun kalau ditinggalkan anak tidak tahu cara shalat, jangan diperlukan sepeninggal orang tuanya akan cerdik pula mencari wilayah berguru shalat.
Bukti lain ketidak pedulian orang bau tanah ihwal pendidikan agama anaknya, dan bahkan tak sedikit orang bau tanah yang mencabut anaknya dari madrasah atau taman pendidikan al-Qur’an alasannya anaknya akan masuk les bahasa Inggris atau les yang lain untuk memburu prestasi akademik anak dengan mengorbankan pendidikan agama anaknya.Akibat dari pengabaian di sekarang ini sanggup kita lihat betapa banyak kriminal yang dijalankan remaja yang tak punya dasar agama yang mempunyai efek .
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis terpesona untuk meneliti dengan judul ” Tanggung Jawab Orang Tua Menurut Perspektif Pendidikan Islam.”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan problem dalam penulisan skripsi ini yakni sebagi berikut:
1. Bagaimana dasar keharusan orang bau tanah mendidik anak?
2. Bagaimana pentingnya pendidikan islam dalam pendidikan keluarga?
3. Bagaimana instruksi etik orang bau tanah selaku pendidik dalam rumah tangga?
4. Bagaimana perbuatan orang bau tanah dalam mendukung perkembangan pendidikan anak?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini yakni sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui dasar keharusan orang bau tanah mendidik anak.
2. Untuk mengenali pentingnya pendidikan islam dalam pendidikan keluarga.
3. Untuk mengetahui instruksi etik orang bau tanah selaku pendidik dalam rumah tangga.
4. Bagaimana perbuatan orang bau tanah dalam mendukung perkembangan pendidikan anak.
D. Penjelasan Istilah
Adapun istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini yang perlu penulis jelaskan yakni selaku berikut:
1. Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia yakni kondisi wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab timbul dikarenakan sudah diterima wewenang. Tanggung jawab juga membentuk korelasi tertentu antara pemberi wewenang dan peserta wewenang. Kaprikornus tanggung jawab sebanding dengan wewenang.[4]. Adapun menurut penulis, tanggung jawab yakni menampilkan perhatian sepenuhnya.
2. Orang Tua
Dessy Anwar dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerangkan Orang tua yakni orang yang sudah melahirkan anak dan mendidik serta membimbingnya dari kecil hingga dewasa”[5] Menurut Zakiyah Daradjat, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, Orang bau tanah yakni figur dan cermin bagi anak-anaknya, apa yang diperbuatdan dicontohkan orang bau tanah terhadap anaknya itulah yang mau ditiru dan diikuti.[6]
Orang bau tanah yakni orang yang bertanggung jawab dalam satu keluarga atau rumah tangga yang lazim disebut ibu/bapak.[7] Orang bau tanah yakni orang-orang yang bertanggung jawab atas kelancaran hidup anak.[8] Menurut Hery Noor Aly orang bau tanah yakni “ibu dan ayah dan masing-masing mempunyai tanggung jawab yang serupa dalam pendidikan anak”.[9] Dalam hal ini Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa “orang bau tanah yakni pembina pribadi utama dalam hidup anak”[10]. Sedangkan M. Syafaat Habib menyampaikan bahwa “Orang bau tanah menempati wilayah pertama dan orang tualah yang mula-mula memperkenalkan adanya Tuhan terhadap anaknya, kemudian mengajarkan shalat, puasa dan sebagainya”.[11]
Sedangkan menurut penulis, orang bau tanah yakni suatu kompleks pengharapan insan terhadap caranya individu mesti bersikap selaku orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini utamanya kiprah terhadap anaknya dalam hal pendidikan, keteladanan, inovatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam pencapaian keserasian hidup di dunia ini.
3. Pendidikan Islam
Dalam kamus lazim bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik, diberi awalah “pe” dan akhiran “an”, yang bermakna “proses pengubahan sikap dalam kerja keras mendewasakan insan lewat upaya pengajaran dan latihan”.[12] Sedangkan arti mendidik itu yakni memelihara dan memberi latihan (ajaran) tentang budbahasa dan kecerdasan.[13]
Pendidikan yakni terjemahan dari bahasa Yunani pedagogie yang bermakna “pendidikan” dan paedagogia yang bermakna “pergaulan dengan anak-anak”. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing dan mendidik dalam pertumbuhannya mudah-mudahan sanggup berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).[14]
S.A Branata, beropini menyerupai yang dikutip oleh Alisuf Sabri Pendidikan merupakan kerja keras yang disengaja diadakan baik pribadi maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk menolong anak dalam perkembangannya meraih kedewasaan.[15] Berpijak dari saran di atas, maka sanggup ditarik kesimpulan sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri dalam bukunya ilmu pendidikan,"pendidikan yakni kerja keras sadar dari orang remaja untuk menolong atau membimbing pertumbuhan dan pertumbuhan anak/ peserta didik secara dan sistematis.[16] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan diartikan “sebagai proses pengubahan sikap dan tata laris seseorang atau kelompok orang dalam kerja keras mendewasakan insan lewat upaya pengajaran dan pelatihan”.[17]
Pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja merupakan “semua perbuatan atau kerja keras dari generasi bau tanah untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya terhadap generasi muda. Sebagai kerja keras menyiapkan mudah-mudahan sanggup menyanggupi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani”.[18]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan diartikan “sebagai proses pengubahan sikap dan tata laris seseorang atau kelompok orang dalam kerja keras mendewasakan insan lewat upaya pengajaran dan pelatihan”.[19] Menurut Langevel pendidikan yakni menghipnotis anak dalam kerja keras membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing yakni kerja keras yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang remaja dengan anak yang belum dewasa.[20] Dalam psikologi pendidikan disebutkan pendidikan adalah: “Proses pertumbuhan yang berjalan berkat dilakukannya perbuatan belajar.”[21] Sedangkan agama yakni sistem, keyakinan terhadap Tuhan dan fatwa kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.[22]
Istilah “pendidikan” dalam pendidikan Islam acap kali disebut alta’lim. Al-ta’lim biasanya diterjemahkan dengan “pengajaran”. la kadang-kadang disebut dengan ta’dib. At-ta’dib secara etimologi diterjemahkan dengan penjamuan makan malam atau pendidikan sopan santun.[23] Sedangkan Imam al-Ghazali menyebut “pendidikan” dengan sebutan al-riyadhah. Al-riyadhah dalam arti bahasa diterjemahkan dengan olahraga atau pelatihan. Term ini dikhususkan untuk pendidikan masa kanak-kanak, sehingga al-Ghazali menyebutnya dengan riyadhah al-shibyan.[24]
Dalam bahasa Arab pendidikan diistilahkan dengan tarbiyah, perumpamaan ini bermakna mengasuh, memelihara, membuat, menyebabkan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang. Pernahaman yang lebih rinci tentang tarbiyah ini mesti mengacu terhadap substansial yakni pinjaman pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Karena itu pendidikan Islam mesti dibangun dari perpaduan perumpamaan ‘ilm atau ‘allama (ilmu, pengajaran). 'adl (keadilan), 'amal (tindakan), haqq (kebenaran atau ketetapan korelasi dengan yang benar dan nyata, nuthq (nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat (tanda-tanda atau symbol), tafsir dan ta'wil (penjelasan dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung dalam perumpamaan adab.[25]
Pendidikan agama merupakan “Segala kerja keras orang remaja dalam pergaulan belum dewasa untuk memimpin pertumbuhan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan”.[26] Sedangkan menurut D. Marimba mengemukakan Pendidikan Islam itu yakni “Bimbingan jasmani dan rohani menurut hukum-hukum agama Islam menuju terhadap terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.[27] Senada dengan saran diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam yakni pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melakukan praktek pandidikan menurut nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.[28]
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam yakni segala kerja keras untuk memelihara dan menyebarkan fitrah insan serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya insan seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan perumpamaan lain yakni terbentuknya kepribadian muslim.[29] Dari klarifikasi di atas, yang penulis maksudkan dengan pendidikan agama yakni suatu kerja keras atau perbuatan yang dijalankan oleh pendidik untuk menjinjing peserta didik kearah yang lebih dewasa,serta mempunyai kepribadian yang cocok dan melakukan sisi perbuatan sesuai dengan permintaan fatwa agama Islam.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan tawaran skripsi ini yakni sebagi berikut:
Secara teoritis pembahasan ini berfaedah bagi para pelaku pendidikan, secara lazim sanggup memperbesar khazanah ilmu wawasan utamanya tentang tanggung jawab orangtua menurut perspektif pendidikan Islam. Selain itu hasil pembahasan ini sanggup di jadikan materi kajian bidang study pendidikan.
Secara praktis, hasil pembahasan ini sanggup menampilkan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan tanggung jawab orangtua menurut perspektif pendidikan Islam ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan sanggup menjadi extra acuan dalam dunia pendidikan, utamanya dalam dunia pendidikan Islam.
F. Metodelogi Penelitian
1. Jenis penelitian
Adapun jenis observasi ini yakni observasi kepustakaan (Library Research). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang ada berhubungan dengan teori-teori pendidikan, utamanya tanggung jawab orang bau tanah menurut perspektif pendidikan Islam. Di samping literatur ihwal metodologi observasi dan acuan yang lain yang berafiliasi dengan variabel observasi dengan cara membaca, menelaah dan menganalisa.
2. Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini yakni metode deskriptif, yakni suatu metode pemecahan problem yang ada masa sekarang termasuk pencatatan, penguraian, penafsiran dan evaluasi terhadap data yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menerangkan tanggung jawab orangtua menurut perspektif pendidikan Islam.
3. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi sumber data dalam observasi ini yakni selaku berikut:
NO | Ruang Lingkup Penelitian | Hasil Yang diharapkan |
1 | Dasar keharusan orang bau tanah mendidik anak. | 1. Al-qur’an 2. Al-hadist |
2 | Pentingnya pendidikan islam dalam pendidikan keluarga | 1. Pengertian 2. Tujuan |
3 | Kode etik orang bau tanah selaku pendidik dalam rumah tangga. | 1. Pengertian 2. Tujuan |
4 | Langkah-langkah orang bau tanah dalam mendukung perkembangan pendidikan anak. | 1. Perhatian 2. Pendidikan 3. Pengawasan |
4. Sumber Data
1) Data primer yakni sumber data yang pribadi dan secepatnya diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[30]. Adapun sumber data primer dalam observasi ini yakni Ali Qaimi, Peranan Ibu Dalam mendidik Anak, Bogor: Cahaya, 2003, Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, 2006. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, terj. Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali, Semarang : Asy-Syifa’, 1992.
2) Data skunder yakni sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yakni buku Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis karya M. Ngalim Purwanto Cet. XVI, yang diterbitkan Remaja Rosdakarya, 2004, Bagaimana Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara Efektif, karya Schaefer, Charles, Terj. R. Turman Sirait, yang diterbitkan Restu Agung, 1997, Metode Pengembangan Moral Anak Prasekolah karya Dwi Siswoyo dkk, yang diterbitkan FIP UNY. 2005, Konsep Pendidikan dalam Islam (Pendidikan Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Anak), karya Fauji Saleh, (mengutip Ahmad Husain al-Liqaini), yang diterbitkan Yayasan Pena, 2005.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan yakni teknik Library Research yakni menelaah buku-buku, teks dan literature-literature yang berhubungan dengan permasalahan di atas.[31] Suatu metode pengumpulan data atau materi lewat perpustakaan yakni dengan membaca dan memeriksa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan problem yang penulis teliti. Selain itu juga akan mempergunakan akomodasi internet untuk mendapatkan literatur-literatur yang berafiliasi dengan skripsi ini.
6. Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data yakni proses klasifikasi urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, klasifikasi dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yakni menampilkan arti yang signifikan terhadap analisis, menerangkan pola uraian dan mencari korelasi di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data yakni yakni suatu teknik observasi untuk menciptakan inferensi dengan mengidentifikasi abjad khusus secara obyektif dan sistematik yang menciptakan deskripsi yang obyektif, sistematik tentang isi yang terungkap dalam komunikasi.[32]
G. Kajian Terdahulu
Ada beberapa observasi terdahulu yang mengungkap ihwal pendidikan anak, antara lain::
Nama: Rizky Dasilva Nim: 210 615 863 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-raniry Banda Aceh dengan judul dengan judul skripsi Kepedulian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak di Desa Juli Tambo Tanjong Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen metode yang digunakan dalam penelitiannya yakni metode Deskritif dengan kesimpulan selaku berikut:
1. Pembinaan Islam bagi anak pada penduduk Gampong Juli Tambo Tanjong dijalankan didalam keluarga, penduduk dan sekolah / pengajian. Dalam hal pengajian, terlihat dengan ramainya para keluarga mengirimkan anak-anaknya kelembaga pengajian. Materi pembinaan Islam yang diajarkan pada anak meliputi: penanaman aqidah, ibadah dan budbahasa dan pengajian Al-Qur’an.
2. Penggunaan metode pendidikan islam pada penduduk Gampong Juli Tambo Tanjong belum begitu maksimal, ini terlihat dari hasil observasi yang menampilkan masih ada sebagian orang bau tanah kurang peduli terhadap pendidikan islam anaknya. Sebagian orang bau tanah masih ada yang berasumsi bahwa pendidikan Iislam anak itu yakni kiprah sekolah/pengajian, sedangkan orang bau tanah cuma mengarahkan.
3. Dalam menampilkan pendidikan terhadap belum dewasa orang bau tanah pastinya mengalami hambatan. Hambatan yang dihadapi orang bau tanah dalam menampilkan pendidikan agama terhadap anak-anaknya berupa terpengaruhnya anak terhadap lingkungan dan tabiat sianak yang menyibukkan diatur.
[2] Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Bahrun Abu Bakar Ihsan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hal. 28.
[7] Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution, Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak, (Yogyakarta: Kanisius, 1985), hal. 1.
[8] M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1982), hal. 56.
[9] Departemen Agama RI., Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Proyek Pemgbinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982), hal. 34.
[11] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 56.
[13] Ibid., hal. 88.
[15] M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), hal. 5.
[16] Ibid., hal. 5.
[17] Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 263.
[18] Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hal. 257
[21]H.C.Whtherington, Psikologi Pendidikan, Terj. Bukhari, Cet IV, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 12.
[22]Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. X, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 10.
[24] Ibid.
[25] Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.
[27]Ahmad D. Marimba,
[13] Ibid., hal. 88.
[15] M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), hal. 5.
[16] Ibid., hal. 5.
[17] Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 263.
[18] Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hal. 257
[21]H.C.Whtherington, Psikologi Pendidikan, Terj. Bukhari, Cet IV, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 12.
[22]Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. X, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 10.
[24] Ibid.
[25] Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.
[27]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’rifat 1974), hal. 128.
[28]M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 99.
[29]Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media, 1992), hal. 14.
[30] Winarmo Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.