Kata puisi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata poet yang artinya orang yang membuat sesuatu lewat imajinasi langsung (berdasarkan pengalaman dan belum pernah ada sebelumnya). Puisi yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Di Indonesia, puisi merupakan bentuk kesusastraan yang paling tua. Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia, perkembangan puisi terdiri atas dua periode, yaitu puisi usang dan puisi modern.
■ Puisi lama adalah jenis puisi yang masih terikat oleh persajakan, pengaturan larik dalam setiap bait, dan jumlah kata dalam setiap larik, serta musikalitas puisi sangat diperhatikan. Jadi, sanggup dikatakan bahwa puisi usang yaitu puisi yang terikat aneka macam aturan baik dari segi substansi maupun dari segi sistematika penulisan.
■ Puisi modern adalah puisi yang tidak terikat sama sekali dengan aturan-aturan yang ada pada puisi lama. Puisi ini mulai terlihat dengan adanya pujangga-pujangga gres dan mulai populer pada tahun 1945. Saat itu itu Chairil Anwar yaitu penggagas dari lahirnya puisi gres ini.
Unsur-Unsur Intrinsik Puisi
Unsur intrinsik puisi merupakan unsur-unsur yang berasal dari dalam naskah puisi itu sendiri. Adapun unsur intrinsik puisi sebagai berikut :
■ Tema (sense) merupakan gagasan utama dari puisi baik itu yang tersirat maupun yang tersurat.
■ Tipografi disebut juga gesekan bentuk puisi. Tipografi merupakan tatanan larik, bait, kalimat, frasem kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang bisa mendukung isi, rasa, dan suasana.
■ Amanat (intention) atau pesan merupakan suatu yang ingin disampaikan oleh penyair melalui karyanya.
■ Nada (tone) merupakan perilaku penyair terhadap pembacanya, misalkan perilaku rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif dan yang lainnya.
■ Perasaan (feeling) merupakan perilaku pengarang terhadap tema dalam puisinya, contohnya kepuasan, kesedihan, kemarahan, keheranan, konsisten, simpatik, senang, sedih, kecewa, dan yang lainnya.
■ Enjambemen merupakan pemotongan kalimat atau frase dengan diakhiri lirik. Kemudian meletakkan potongan itu diawal larik berikutnya. Tujuannya yaitu untuk memperlihatkan tekanan pada kepingan tertentu ataupun sebagai penghubung antara kepingan yang mendahuluinya dengan bagian-bagian yang berikutnya.
■ Kata konkret, merupakan penggunaan kata-kata yang tepat atau bermakna denotasi oleh penyair.
■ Diksi merupakan pilihan kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan melalui puisi tersebut.
■ Akulirik merupakan tokoh saya yang terdapat dalam puisi.
■ Rima merupakan pengindah dalam puisi yang berbentuk pengulangan bunyi baik di awal, tengah, ataupun di akhir.
■ Verifikasi merupakan berupa rima dan ritma. Rima yaitu persamaan bunyi pada puisi dan sedangkan ritma yaitu tinggi rendahnya, panjang pendeknya, keras lemahnya bunyi dalam puisi)
■ Majas merupakan cara penyair menjelaskan pikiran dan perasaannya dengan gaya bahasa yang sangat indah dalam bentuk puisi.
■ Citraan merupakan gambaran-gambaran yang ada di dalam pikiran penyair. Setiap gambar pikiran disebut gambaran atau imaji. Gambaran pikiran ini merupakan sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang bisa dilihat oleh mata.
Unsur-Unsur Esktrinsik Puisi
Unsur ekstrinsik puisi yaitu unsur yang tepatnya berada diluar teks atau naskah puisi. Umumnya unsur ekstrinsik ini berawal dari dalam diri pengarang atau lingkungan-lingkungan tempat sang pengarang ketika menulis karya puisinya. Adapun unsur-unsur ekstrinsik puisi yaitu sebagai berikut.
■ Unsur Biografi
Unsur boigrafi ini yaitu latar belakang pengarang. Latar belakang cukup kuat dalam pembuatan puisi, misalkan penulis puisi yang latar belakangnya berasal dari keluarga miskin, maka kalau ia membuat puisi akan sangat menyentuh hati para pembacanya, yang terbawa dari latar belakang penulis sehingga bisa dikesankan dalam sebuah puisi.
■ Unsur Sosial
Unsur sosial sangat erat kaitanya dengan kondisi masyarakat ketika puisi itu dibuat. Misalkan puisi itu dibentuk ketika masa orde gres menjelang berakhir. Pada ketika itu kondisi masyarakat itu sedang sangat kacau dan keadaan pemerintahan pun sangat carut marut, sehingga puisi yang dibentuk pada ketika itu yaitu puisi yang mengandung sindiran-sindiran terhadap masyarakat.
■ Unsur Nilai
Unsur nilai dalam puisi ini mencakup unsur yang berkaitan dengan pendidikan, seni, ekonomi, politik, sosial, budaya, adat-istiadat, hukum, dan lain-lain. Nilai yang terkandung dalam puisi menjadi daya tarik tersendiri sehingga sangat menghipnotis baik atau tidaknya puisi.
Contoh Puisi dengan Unsur-Unsur Intrinsik dan Ekstrinsiknya
Contoh 1:
DOA Tuhanku Dalam termenung Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di Pintu-Mu saya mengetuk Aku tidak bisa berpaling (Karya: Chairil Anwar) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar
1. Tema: Ketuhanan
2. Nada dan Suasana:
Nama berarti perilaku penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau perilaku penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai jawaban pembacaan puisi. Nada yang berafiliasi dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya kekerabatan penyair dengan Tuhannya.
Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah seruan semoga pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah “pengembaraan di negeri asing”.
3. Perasaan:
Perasaan berafiliasi dengan suasana hati penyair. Dalam puisi
”Doa” gambaran perasaan penyair yaitu perasaan terharu dan rindu.
Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain:
termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa
berpaling.
4. Amanat:
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca semoga menghayati hidup dan selalu merasa erat dengan Tuhan. Agar bisa melaksanakan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) mirip yang dicontohkan penyair.
Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ”pengembaraan di negeri asing” yang suatu ketika akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Puntu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Contoh 2:
KARANGAN BUNGA Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba Sore itu “Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi abang yang ditembak mati siang tadi”. (Karya: Taufiq Ismail) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Karangan Bunga” Karya Taufiq Ismail
1. Tema: Kepahlawanan
2. Amanat: Kita harus menghargai jasa para jagoan dan Kita harus meneruskan usaha para pahlawan.
3. Sudut Pandang: Orang ketiga
4. Nada dan suasana: Nada sedih menyebabkan suasana duka
5. Tipografi: Bentuknya rapi, terdiri dari 2 bait, bait pertama terdiri dari 4
baris, bait kedua terdiri dari 5 baris.
6. Irama:
Bait pertama bersajak a b c b
Bait kedua bersajak a a a b b
7. Penginderaan/Citraan/Imaji
Penglihatan:
● bait pertama baris 1-4
● bait kedua baris 1-2
● bait kedua baris 4-5
Perasaan:
● bait kedua baris 3
8. Bahasa:
■ Ungkapan/Pilihan Kata
● Tiga anak kecil: tiga tuntunan rakyat yang mekar dan gres lahir.
● Pita hitam sebagai tanda berduka cita/berkabung.
● Kakak kami berarti orang yang dianggap sebagai kakak. ( AR Hakim)
● Salemba: markas mahasiswa UI yang tergabung dalam KAMI
■ Majas
● Datang ke Salemba: Alegori
● Pita hitam pada karangan bunga: Metafora
Contoh 3:
BERDIRI AKU Berdiri saya di senja senyap Camar melayang menepis buih Melayah bakau mengurai puncak Berjulang dating ubur terkembang Angin pulang menyeduk bumi Menepuk teluk mengempas emas Lari ke gunung memuncak sunyi Berayun-ayun di atas alas Benang raja mencelup ujung Naik marak menggerak corak Elang leka sayap tergulung Dimabuk warna berarak-arak Dalam rupa maha sempurna Rindu-sendu mengharu kalbu Ingin tiba merasa sentosa Menyecap hidup bertentu tuju. (Karya: Amir Hamzah) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Berdiri Aku” Karya Amir Hamzah
1. Tema:
■ Tema Umum
Tema umum dari sajak ini yaitu kesedihan.
■ Tema Khusus
Sajak “Berdiri Aku” ini merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengankekasihnya dan beliau harus pulang ke Medan dan menikah dengan putrid pamannya. Perasan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai disore hari. Dengan demikian penyair hanya bisa melihat keindahan alam sekitar alasannya yaitu kebahagiaannya dan harapan telah hilang.
2. Feeling atau Rasa:
Dalam sajak bangkit saya tergambar perilaku pesimis penyair dalam mengadapi permasalahan hidupnya, perilaku pesimis ini mejadikannya melankolis.
3. Amanat:
Amir Hamzah ingin memberikan wangsit dan pemikiranya untuk yang membacanya supaya menyerahkan hidupnya kepada Tuhan alasannya yaitu hanya dialah yang bisa memberi kepastian dalam kehidupan di dunia ini.
4. Tipograf/Tata Wajah:
Tipografi dalam sajak ini penyair memanfaatkan margin halaman kertas dan dalam penulisan sajak ini. Penyair begitu memperhatikan EYD.
5. Diksi:
Kata-kata seperti, senyap, mengurai, mengempas, berayun-ayun dan sayap tergulung identik dengan kesunyian. Kata-kata tersebut membentuk makna kesendirian yang ingin digambarkan pengarang. Kata “maha sempurna” dalam selesai bait juga merupakan arti konotasi dari yang kuasa yang maha sempurna. Kata “mengecap” mempunyai arti yang ingin dirasakan. Permainan kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri untuk menyembunyikan wangsit pengarang.
6. Citraan:
Sajak Berdiri Aku ini menyebabkan imaji penglihatan ”visualimagery”, seakan-akan kita melihat suasana pantai yang indah. Dalam kalimat pertama imaji kita akan mencicipi kesegaran dengan kata-kata tersebut tetapi satyang angin itulah yang menghempaskan harapan dan membawa lari sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam. Dengan aneka macam citraan yang bisa ditampilkan penyair ini pembaca akan ikut mencicipi apa yang ditulis oleh penyair dengan inderanya sendiri.
Contoh 4:
IBU kalau saya merantau kemudian tiba demam isu kemarau sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir bila saya merantau sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu yaitu gua pertapaanku dan ibulah yang meletakkan saya disini saat bunga kembang menyerbak anyir sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi aku mengangguk meskipun kurang mengerti bila kasihmu menyerupai samudra sempit lautan teduh tempatku mandi, mencuci lumut pada diri tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh lokan-lokan, mutiara dan kembang maritim semua bagiku kalau ikut ujian kemudian ditanya ihwal pahlawan namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu lantaran saya tahu engkau ibu dan saya anakmu bila saya berlayar kemudian tiba angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala sesekali tiba padaku menyuruhku menulis langit biru dengan sajakku. |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Ibu”
1. Rima:
Adalah persamaan bunyi yang terdapat pada larik-larik sajak. Pada sajak “Ibu” tampak terutama berupa dominasi rima akhir, walau juga terdapat rima tengah.
2. Diksi:
Yaitu pilihan kata sebagai simbol, hal ini alasannya yaitu bukan makna yang sebenarnya. Pada sajak “Ibu” terdapat diksi pada kata gua pertapaanku sebagai simbol makna kehidupan di dalam kandungan. Kemudian kata jagoan yaitu sebagai simbol seseorang yang telah berjasa besar dan telah rela berkorban. Kata bidadari juga menyiratkan suatu simbol kecantikan lahiriah maupun keelokan akhlak/budi pekerti. Dan kata bianglala yaitu pelangi sebagai suatu simbol keindahan.
3. Majas:
Adalah ungkapan gaya dan rasa bahasa yang memperlihatkan kepiawaian penyair. Pada sajak “Ibu” pengarang memakai majas perbandingan yang disebut metafora.
4. Imaji (pencitraan):
Yakni pembayangan kembali (reproduksi mental suatu ingatan) terhadap pengalaman sensasional (perasaan) dan pengalaman persepsional (fikiran). Pencitraan pada sajak “Ibu” berupa imaji visual yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-perseptual terhadap gambaran yang nampak, terdapat pada: sumur-sumur, daunan, reranting, mataair, airmata, ibu, mayang siwalan, bunga, langit, bumi, samudra, lautan, lumut, diri, pukat, sauh, lokan-lokan, mutiara, kembang laut, bidadari, bianglala.
Kemudian imaji gerakan yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-perseptual yang berafiliasi dengan gerakan, terdapat pada: merantau, mengalir, ronta, meletakkan, menunjuk, mengangguk, mandi, mencuci, berlayar, menebar, melempar, ditanya, kusebut, tunjukkan, berselendang, dan menulis.
5. Amanat:
Amanat penyair yang disampaikan dalam sajak Ibu yaitu seruan menyukuri nikmat karunia Tuhan lewat sosok dan peranan seorang ibu, yang kasih sayangnya diibaratkan sepanjang jalan bila dibanding bakti anak yang hanya sepanjang galah.
Contoh 5:
KARAWANG BEKASI Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi yaitu kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah kini yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir Kami kini mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup usang dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku kini api saya kini laut Bung Karno ! Kau dan saya satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh (Karya: Chairil Anwar) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Karawang Bekasi” Karya Chairil Anwar
1. Tema:
Dalam puisi Karawang Bekasi kita sanggup mengambil tema “Perjuangan”
2. Diksi:
Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam puisi tersebut yaitu makna konotasi dan makna denotasi.
3. Majas:
Majas yang digunakan dalam puisi Karawang Bekasi yaitu Majas Metafora, adapun kutipan dalam puisi tersebut yaitu “Aku kini api saya kini laut”, Sang Penyair mengibaratkan dirinya mirip maritim dan api,mempunyai sifat-sifat mirip api yang selalu memperabukan dan panas.
4. Rima:
Adapun Rima yang digunakan yaitu sebagai berikut :
● Pada bait pertama terdapat rima tepat dan bersajak {aaaa}
● Pada bait kedua terdapat rima aliterasi dan bersajak {ab-aa}, dan ada perulangan kata “Kami”
● Pada bait ke tiga terdapat rima terbuka dan bersajak {aa} antara suku”sa” dan “wa”.
● Pada bait ke empat terdapat rima tertutup dan bersajak {bab}.
● Pada bait ke lima terdapat rima tepat (berkata-berkata) dan bersajak {bab}.
● Pada bait ke enam terdapat rima rangkai bersajak {aaaa}
● Pada bait ke tujuh terdapat rima berpeluk dan pengulangan kata saya dan kami.
5. Amanat:
● Kita harus menghargai usaha para pahlawan
● Kita harus bekerja keras untuk mencapai impian yang kita inginkan.
● Semangat usaha harus selalu mengelora meskibun berada di tempat yang dianggap kecil.
Contoh 6:
SERENADA KELABU 1 Bagai daun yang melayang. Bagai burung dalam angin. Bagai ikan dalam pusaran. Ingin kudengar beritamu! 2 Ketika melewati kali terbayang gelakmu. Ketika melewati rumputan terbayang segala kenangan. Awan lewat indah sekali. Angin tiba lembut sekali. Gambar-gambar di rumah penuh arti. Pintu pun kubuka lebar-lebar. Ketika saya duduk makan kuingin benar bersama dirimu. (Karya: W.S. Rendra) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Serenada Kelabu” Karya W.S. Rendra
1. Tema:
Tema dari puisi Serenada Kelabu ini yaitu kerinduan yang mendalam dalam diri seseorang.
2. Diksi (pilihan kata):
Dalam puisi ini, Rendra memakai pilihan kata yang tepat sehingga menyebabkan daya/kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait Ketika melewati kali terbayang gelakmu. Penyair menentukan kata gelak untuk menggantikan kata tawa, dengan tujuan untuk menambah nilai estetis puisi. Diksi (pilihan kata) dalam puisi ini cukup sederhana, namun dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan dan keindahan puisi Serenada Kelabu ini.
4. Rima:
Rima yaitu pengulangan bunyi untuk membentuk keindahan bunyi. Dalam puisi Serenada Kelabu ini, Rendra juga bermain dengan bunyi untuk mencapai keindahan. Seperti pada bait berikut ini, Rendra memanfaatkan rima akhir –an untuk menambah nilai estetis puisi.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Rima selesai dengan vocal –i juga membantu menambah nilai keindahan puisi:
Awan lewat indah sekali.
Angin tiba lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
5. Tipografi:
Tipografi yaitu penataan bentuk larik/baris dalam puisi yang sanggup menambah aspek kekuatan makna dan ekspresi penyair. Dalam hal ini, puisi Serenada Kelabu mempunyai tipografi atau bentuk yang biasa, Rendra tidak melaksanakan eksperimen pada bentuk puisi. Namun isi dan unsur lain yang terkandung dalam puisi ini sudah cukup untuk menjadi kekuatan makna dan ekspresi Rendra.
Contoh 7:
DERAI-DERAI CEMARA Cemara menderai hingga jauh Terasa hari akan jadi malam ada beberapa dahan ditingkap merapuh dipukul angin yang terpendam aku kini orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada satu bahan yang bukan dasar perhitungan kini hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan sebelum pada karenanya kita menyerah 1994 (Karya: Chairil Anwar) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Derai-Derai Cemara” Karya Chairil Anwar
1. Tema: Perubahan dalam diri insan yang terpisah dari kehidupan masa lalu.
2. Rasa: sedih.
3. Nada: iba atau merengek.
4. Amanat: kehidupan hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap insan akan mati dengan hening kalau apa yang harapkannya tercapai.
5. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini sangat sederhana dan dingin, sehingga pembaca seakan-akan mengalami pesakitan yang dialami oleh pengarang.
6. Imajinasi: imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun memakai kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca.
7. Kata-kata konkret: kata-kata yang kalau dilihat secara denotative sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
9. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
10. Rima: unsur bunyi dalam sajak ini sangat hambar sehingga menyebabkan kemerduan puisi, dan sanggup memperlihatkan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut.
Contoh 8:
JALAN SEGARA Di sinilah penembakan Kepengecutan Dilakukan Ketika pawai bergerak Dalam panas matahari Dan pelor pembayar pajak Negeri ini Ditembuskan ke punggung Anak-anaknya sendiri (Karya: Taufiq Ismail) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Jalan Segera” Karya Taufiq Ismail
1. Tema: keprihatinan terhadap suatu kondisi Negara.
2. Rasa: prihatin mengingat bencana yang telah terjadi.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini memakai makna konotasi atau tidak memakai kata yang bersama-sama mirip layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
6. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Contoh 9:
PADAMU JUA Habis kikis segala cintaku hilang terbang pulang kembali saya padamu seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap pelita jendela di malam gelap melambai pulang perlahan sabar, setia selalu. Satu kekasihku aku manusia rindu rasa rindu rupa. Di mana engkau rupa tiada suara sayup hanya kata merangkai hati Engkau cemburu engkau ganas mangsa saya dalam cakarmu bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku, gila sasar sayang berulang padamu jua engkau pelik menarik ingin serupa dara di balik tirai Kasihmu sunyi menunggu seorang diri lalu waktu - bukan giliranku mati hari - bukan kawanku. (Karya: Amir Hamzah) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah
1. Tema: penantian.
2. Rasa: kesedihan.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini memakai makna konotasi atau tidak memakai kata yang bersama-sama mirip layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Contoh 10:
KITA ADALAH PEMILIH SYAH REPUBLIK INI Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Karena berhenti atau mundur berarti hancur apakah akan kita jual iktikad kita dalam dedikasi tanpa harga akan maukah kita duduk satu meja dengan para pembunuh tahun yang lalu dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku!” |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Derai-Derai Cemara” Karya Chairil Anwar
1. Tema: Perubahan dalam diri insan yang terpisah dari kehidupan masa lalu.
2. Rasa: sedih.
3. Nada: iba atau merengek.
4. Amanat: kehidupan hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap insan akan mati dengan hening kalau apa yang harapkannya tercapai.
5. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini sangat sederhana dan dingin, sehingga pembaca seakan-akan mengalami pesakitan yang dialami oleh pengarang.
6. Imajinasi: imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun memakai kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca.
7. Kata-kata konkret: kata-kata yang kalau dilihat secara denotative sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
9. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
10. Rima: unsur bunyi dalam sajak ini sangat hambar sehingga menyebabkan kemerduan puisi, dan sanggup memperlihatkan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut.
Contoh 8:
JALAN SEGARA Di sinilah penembakan Kepengecutan Dilakukan Ketika pawai bergerak Dalam panas matahari Dan pelor pembayar pajak Negeri ini Ditembuskan ke punggung Anak-anaknya sendiri (Karya: Taufiq Ismail) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Jalan Segera” Karya Taufiq Ismail
1. Tema: keprihatinan terhadap suatu kondisi Negara.
2. Rasa: prihatin mengingat bencana yang telah terjadi.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini memakai makna konotasi atau tidak memakai kata yang bersama-sama mirip layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
6. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Contoh 9:
PADAMU JUA Habis kikis segala cintaku hilang terbang pulang kembali saya padamu seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap pelita jendela di malam gelap melambai pulang perlahan sabar, setia selalu. Satu kekasihku aku manusia rindu rasa rindu rupa. Di mana engkau rupa tiada suara sayup hanya kata merangkai hati Engkau cemburu engkau ganas mangsa saya dalam cakarmu bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku, gila sasar sayang berulang padamu jua engkau pelik menarik ingin serupa dara di balik tirai Kasihmu sunyi menunggu seorang diri lalu waktu - bukan giliranku mati hari - bukan kawanku. (Karya: Amir Hamzah) |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah
1. Tema: penantian.
2. Rasa: kesedihan.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini memakai makna konotasi atau tidak memakai kata yang bersama-sama mirip layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Contoh 10:
KITA ADALAH PEMILIH SYAH REPUBLIK INI Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Karena berhenti atau mundur berarti hancur apakah akan kita jual iktikad kita dalam dedikasi tanpa harga akan maukah kita duduk satu meja dengan para pembunuh tahun yang lalu dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku!” Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Kita yaitu insan bermata sayu, Yang di tepi jalan mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita yaitu berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya membisu inikah yang namanya merdeka Kita yang tak punya dengan seribu slogan Dan seribu pengeras bunyi yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus (Karya: Taufiq Ismail dari Tirani dan Benteng, 1993 |
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Kita Adalah Pemilik Syah Republik Ini” Karya Taufiq Ismail
1. Tema: perjuangan.
2. Rasa: semangat.
3. Nada: keras dan penuh semangat.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini memakai makna konotasi atau tidak memakai kata yang bersama-sama mirip layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada titik puncak yang ingin disampaikan.
6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Referensi:
https://www.slideshare.net/UtamiTrianti/kumpulan-puisi-dan-unsur-intrinsiknya
Sumber https://blogbahasa-indonesia.blogspot.com/